Pesona Masjidil Haram dan Masjid Nabawi
Islam
mengenal tiga masjid suci, Masjidilharam di Mekah, Masjid Nabawi di Madinah,
dan Masjidil Aqsha di Palestina. Selama melaksanakan haji, umat Islam dapat
mengunjungi dua masjid, yakni Masjidilharam di Mekah Al-Mukaramah dan Masjid
Nabawi di Madinah Al-Munawarah. Apa kesamaan dan perbedaan beribadah di dua
masjid ini?
Kesamaannya,
kedua-duanya mempesona. Berpesona tak sekadar terlihat dari bangunannya yang
kokoh, besar, dan kuat. Tapi dua masjid itu memancarkan sinar keagungan Allah
SWT dan sinar Muhammad saw. Masjidilharam memancarkan keagungan Sang Khalik,
sedangkan Masjid Nabawi menggambarkan kebesaran Muhammad.
Pesona Mekah
yang paling utama, karena di tempat ini Allah memilih membangun Baitullah.
Menurut Rasulullah, dalam hadis yang diriwayatkan oleh Abu Dzar Al-Ghifari,
masjid yang paling pertama dibangun di muka bumi ini adalah Masjidilharam.
Setelah 40 tahun kemudian dibangunlah Masjidil Aqsha. Pembangunan Masjidil
Aqsha yang dimaksudkan adalah pembangunan yang dilakukan oleh Yakub bin Ishak
dan kemudian direnovasi oleh Nabi Sulaiman.
Menggambarkan
pesona itu, Rasulullah saw., dalam hadis yang diriwayatkan Jabir r.a.
bersabda, “Salat di masjidku ini
(Masjid Nabawi) adalah 1.000 kali lebih utama daripada salat di masjid
lainnya, kecuali Masjidilharam. Sebab, salat di Masjidilharam lebih utama
100.000 kali daripada salat di masjid lain. Sementara salat di Masjidil Aqsha
lebih utama 500 kali daripada salat di masjid lain.”
Begitulah
kebesaran Kota Mekah, sehingga Allah menjadikan tempat ini sebagai tanah
haram atau tanah suci. Itulah sebabnya, di tempat ini tidak boleh terjadi
pertumpahan darah. Setiap orang yang berdoa di tanah haram ini juga
mustajabah (dikabulkan). Keagungan Kota Mekah terpancar dari keagungan Allah
SWT. Dengan kekuasaan Allah, Sang Khalik berkehendak apa pun yang
diinginkan-Nya. Pada kenyataannya, dengan Ar-Rahman dan Ar-Rahimnya, Allah
menghendaki agar manusia sejahtera dan bahagia, tidak hanya di dunia, tapi
bahkan di akhirat.
Allah yang
telah menciptakan alam semesta ini, Allah pula yang membuat aturan mainnya
melalui hukum alam. Melalui Alquran, Allah mengabarkan kepada manusia
bagaimana cara bersahabat dengan alam semesta ini. Manakala terjadi banyak
bencana, manusia harus menyadari, hal itu karena manusia tidak mengikuti
sistem alam yang menjadi ketentuan Allah.
Melalui ritus
haji, Allah menguji siapa di antara umatnya yang beriman. Melalui rukun Islam
kelima ini, Allah mengundang hamba-Nya untuk datang menghadap-Nya. Di tanah
suci, manusia bisa berdialog dengan Penciptanya, mereka mengadukan nasibnya,
meminta ampun atas dosa-dosanya. Kemudian, Allah menawarkan hamba-Nya untuk
meminta apa pun yang diinginkannya.
Dengan
berdoa, Allah akan mengabulkan semua permintaan hamba-Nya tersebut.
Meskipun
berhaji dibandingkan dengan travelling ke luar negeri sama, tapi berhaji
secara substantif mempunyai makna yang jauh berbeda. Berhaji adalah
kepasrahan diri, datang menghadap Allah dengan apa adanya sebagai manusia.
Berhaji justru kita diminta datang oleh Allah sebagai diri kita, manusia.
Maka, memasuki Kota Mekah hanya mengenakan dua kain putih tanpa jahitan. Saat
wukuf di Arafah pun, Allah pamer dan merasa bangga kepada para malaikat bahwa
hamba-Nya datang dengan keadaan dekil.
Makanya,
ketika seseorang datang ke menghadap Allah, dia merupakan perjalanan seorang
hamba yang menghadap Penciptanya. Maka, mereka datang tanpa atribut apa pun,
tanpa memperlihatkan pangkat dan derajat, kecuali kerendahan hatinya.
Sedangkan travelling ke luar negeri pada umumnya berkaitan dengan derajat dan
pangkat, serta kemewahan. Berhaji ke Mekah berarti kepasrahan manusia kepada
Sang Khalik.
Keagungan
Madinah berbeda dengan saat di Mekah, di Madinah suasana cukup berbeda.
Madinah merupakan pancaran pembudayaan Islam yang akar-akarnya ada di Mekah.
Di Madinahlah Rasulullah mengekspresikan substansi Islam dalam bentuk
lahiriah. Sistem Islam ditata Rasulullah dalam kehidupan kemasyarakatan di
Madinah.
Itulah
sebabnya, datang ke Madinah nuansanya berbeda dari Mekah. Madinah sangat
kental rasa kemanusiaannya. Kota nya bersih, masyarakatnya ramah, banyak
kebun korma yang alami, terdapat oase, pola keluar masuk jemaah yang teratur
antara yang datang dan pergi, dan sebagainya. Sedangkan Mekah terkesan lebih
mengesankan keagungan Tuhan Yang Mutlak.
Maka ritus
yang dilaksanakan di Madinah pun relatif lebih sedikit. Jemaah hanya
melaksanakan salat arbain, yaitu salat berjamaah di Masjid Nabawi. Ritus ini
sesungguhnya nyaris sama dengan ibadah harian. Sebab, setiap Muslim disarankan
melaksanakan salat berjamaah di masjid, sebagaimana Rasulullah selalu
melaksanakan salat fardhu di masjid. Selain melaksanakan salat fardhu, jemaah
hanya berziarah ke makam Rasulullah, sahabat Abubakar dan Umar, serta
sejumlah sahabat lain di makam Al-Baqi, serta sejumlah malam lain seperti di
Gunung Uhud.
Sedangkan
ritus yang dilaksanakan di Mekah dan sekitarnya berkaitan dengan kewajiban
hamba kepada Penciptanya. Datang dengan berihram, kemudian melaksanakan
tawaf, sai, dan wukuf di Arafah, mabit di Muzdalifan dan Mina, dan terakhir
melontar jumrah.
|
#http://www.infoumroh.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar