Nabi Isa AS
Matahari
tampak akan tenggelam, angin pun bertiup sepoi-sepoi di sekitar pepohonan. Harum
semerbak mulai memenuhi mihrab Maryam. Bau itu menembus jendela mihrab dan
mengepakkan sayapnya di sekeliling gadis perawan yang khusuk dalam salat tanpa
seorang pun mendengar suaranya. Maryam merasa bahwa udara dipenuhi dengan bau
harum yang mengagumkan. Ia kembali melakukan salatnya dengan khusuk dan
mengungkapkan syukur kepadaAllahSWT.
Seekor burung hinggap di jendela mihrab. Ia mengangkat paruhnya ke atas dan
mengarahkan ke matahari serta mengepakkan kedua sayapnya lalu ia terjun ke air
dan mandi di dalamnya. Kemudian ia terbang ringan di sekitamya. Maryam ingat
bahwa beliau lupa untuk menyirami pohon mawar yang tumbuh secara tiba-tiba di
tengah dua batu yang tumbuh di luar mesjid. Maryam menyelesaikan salatnya lalu
ia keluar dari mihrab dan menuju pohon. Belum selesai beliau siap-siap untuk
keluar sehingga para malaikat memanggilnya:
“Hai Maryam, sesungguhnya Allah telah
memilih kamu, menyucikan kamu dan melebihkan kamu atas segala wanita di dunia
(yang semasa dengan kamu).”
(QS.
Ali ‘Imran: 42)
Maryam berhenti dan tampak wajahnya yang pucat dan semakin bertambah. Mihrab
itu dipenuhi dengan kalimat-kalimat para malaikat yang memancarkan cahaya.
Maryam merasa bahwa pada hari-hari terakhir terdapat perubahan pada suasana
ruhaninya dan fisiknya. Di tempat itu tidak terdapat cermin sehingga ia tidak
dapat melihat perubahan itu. Tetapi ia merasa bahwa darah, kekuatan dan masa
mudanya mulai meninggalkan tempatnya dan digantikan dengan kesucian dan
kekuatan yang lebih banyak. Beliau menyadari bahwa ia sedang gugup. Beliau
merasakan kelemahan manusiawi dan adanya kekuatan yang luar biasa. Setiap kali
tubuhnya merasakan kelemahan, maka bertambahlah kekuatan dalam ruhnya. Perasaan
yang demikian ini justru membangkitkan kerendahan hatinya. Maryam mengetahui bahwa
ia akan memikul tanggung jawab besar.
“Dan (ingatlah) ketika malaikat (Jibril)
berkata: ‘Hai Maryam, sesungguhnya Allah telah memilih kamu, menyucikan kamu
dan melebihkan kamu atas segala wanita di dunia (yong semasa dengan kamu).”
(QS. Ali ‘Imran: 42)
Dengan kalimat-kalimat yang sederhana ini Maryam memahami bahwa Allah SWT telah
memilihnya dan menyucikannya dan menjadikannya penghulu para wanita dunia.
Beliau adalah wanita terbesar di dunia. Para malaikat kembali berkata kepada
Maryam:
“Hai Maryam, taatlah kepada Tuhanmu,
sujud dan rukuklah bersama orang-orangyang ruku.” (QS. Ali ‘Imran: 43)
Perintah tersebut ditetapkan setelah adanya berita gembira agar beliau
meningkatkan kekhusukannya, sujudnya, dan rukuknya kepada Allah SWT. Maryam
lupa terhadap pohon mawar dan beliau kembali salat. Maryam merasakan bahwa
sesuatu yang besar akan akan terjadi padanya. Beliau merasakan hal itu sejak
beberapa hari, tetapi perasaan itu semakin menguat saat ini.
Matahari meninggalkan tempat tidurnya sementara malam telah bangkit sedangkan
bulan duduk di atas singgasananya di langit dan di sekelilingnya terdapat
awan-awan yang indah dan putih. Kemudian datanglah pertengahan malam dan Maryam
masih sibuk dalam salatnya. Beliau menyelesaikan salatnya dan teringat pohon
mawar itu lalu beliau membawa air di suatu bejana dan pergi untuk menyiramnya.
Pohon mawar itu tumbuh di antara dua batu di tempat yang tidak jauh dari mesjid
yang hanya ditempuh beberapa langkah darinya. Tempat itu jauh dari jangkauan
manusia sehingga tak seorang pun mendekatinya. Tempat itu sudah dijadikan
tempat yang khusus bagi Maryam untuk melakukan salat di dalamnya atau
beribadah. Maryam mendekati pohon mawar itu dan menyiramnya. lalu beliau
meletakkan bejana, kemudian ia memikirkan pohon mawar itu di mana tangkainya
semakin panjang pada dua malam yang dilaluinya.
Tiba-tiba, Maryam mendengar suara derap kaki yang mengguncang bumi. Beliau
tidak mendengar suara kaki yang berjalan, tetapi beliau mendengar suara kaki
yang menetap di atas batu serta pasir. Maryam merasakan ketakutan. Ia merasakan
bahwa ia tidak sendirian. Ia menoleh ke sebelahnya namun ia tidak mendapati
sesuatu pun. Kemudian kedua matanya mulai berputar-putar dan memperhatikan
suatu cahaya yang berdiri di sana. Maryam gemetar ketakutan dan menundukkan
kepalanya. Maryam berkata dalam dirinya, siapa gerangan orang yang berdiri di
sana. Maryam memandang kepada wajah orang asing itu, dan menyebabkan ia
gelisah. Wajah orang itu sangat aneh, di mana dahinya bercahaya lebih daripada
cahaya bulan. Meskipun kedua matanya memancarkan kemuliaan dan kebesaran tetapi
wajah orang itu justru menggambarkan kerendahan hati yang mengagumkan.
Pandangan pertama yang dilihat oleh Maryam kepada orang itu mengisyaratkan,
bahwa orang itu memiliki kemuliaan yang diperoleh orang yang menyembah Allah
SWT selama julaan tahun. Maryam bertanya kepada dirinya, siapa gerangan orang
ini? Kemudian seakan-akan orang asing itu membaca pikiran Maryam dan berkata:
“Salam kepadamu wahai Maryam.” Maryam dibuat terkejut mendengar adanya suara
manusia di depannya. Maryam berkata sebelum menjawab salamnya:
“Sesungguhnya aku berlindung daripadamu
kepada Tuhan Yang Maha Pemurah, jika kamu seorang yang bertakwa.” (QS.
Maryam: 18)
Maryam berlindung di bawah lindungan Allah SWT dan ia bertanya kepadanya,
“Apakah engkau manusia yang mengenal Allah SWT dan bertakwa kepadanya?”
Kemudian orang itu tersenyum dan berkata:
“Sesungguhnya aku ini hanyalah seorang
utusan Tuhanmu, untuk memberimu seorang anak laki-laki yang suci.” (QS.
Maryam: 19)
Orang asing itu belum selesai menyampaikan kalimatnya sehingga tempat itu
dipenuhi cahaya yang menakjubkan yang tidak menyerupai cahaya matahari, cahaya
bulan, cahaya lampu, cahaya lilin bahkan cahaya api. Di sana terdapat cahaya
yang sangat jernih. Kemudian terngianglah di kepala Maryam kalimat: “Aku adalah
seorang utusan Tuhanmu.” Kalau begitu, dia adalah penghulu para malaikat, Ruhul
Amin (Jibril) yang telah berubah wujud menjadi manusia.
Maryam mengangkat kepalanya dengan gemetar menahan luapan cinta. Jibril berdiri
di depannya dalam bentuk manusia. Maryam memperhatikan kejernihan dahinya dan
kesucian wajahnya. Benar apa yang diduganya bahwa Jibril memiliki kemuliaan
yang diperoleh orang yang menyembah Allah SWT selama jutaan tahun. Kemudian
Maryam mengingat kembali kalimat-kalimat yang diucapkan Jibril. Malaikat itu
telah mengatakan bahwa ia adalah utusan Tuhannya, dan ia telah datang untuk
memberi Maryam seorang anak laki-laki yang suci. Maryam ingat bahwa dirinya
adalah seorang perawan yang belum tersentuh oleh seorang pun. Ia belum menikah
dan belum dilamar oleh seseorang pun, maka bagaimana ia melahirkan anak tanpa
melalui pernikahan. Pikiran-pikiran ini berputar-berputar di kepala Maryam lalu
ia berkata kepada Jibril:
“Maryam berkata: Bagaimana akan ada
bagiku seorang anak laki-laki, sedang tidak pernah seorang manusia pun
menyentuhku dan aku bukan (pula) seorangpezina!” (QS. Maryam: 20)
Jibril berkata:
“Demikianlah Tuhanmu berfirman: ‘Hal itu
adalah mudah bagi-Ku; dan agar dapat Kami menjadikannya suatu tanda bagi
manusia sebagai rahmat dari Kami; dan hal itu adalah suatu perkara yang sudah diputuskan.“ (QS. Maryam: 21)
Maryam menerima kalimat-kalimat Jibril. Tidakkah Jibril berkata kepadanya bahwa
ini adalah perintah Allah SWT dan segala sesuatu yang diperintahkan-Nya pasti
akan terlaksana. Kemudian, mengapa ia harus (ketika) melahirkan tanpa disentuh
oleh seorang manusia pun. Bukankah Allah SWT mendptakan Nabi Adam tanpa seorang
ayah dan seorang ibu? Sebelum diciptakannya Nabi Adam tidak ada pria dan
wanita. Hawa diciptakan dari Nabi Adam dan ia pun diciptakan dari
laki-laki,tanpaperempuan.
Biasanya manusia diciptakan melalui pasangan laki-laki dan perempuan; biasanya
ia memiliki ayah dan ibu, tetapi mukjizat terjadi ketika Allah SWT menginginkannya
untuk terjadi. Kemudian Jibril meneruskan pembicaraannya:
“Sesungguhnya Allah menggembirakan kamu
(dengan kelahiran searangputra yang didptakan) dengan kalimat (yang datang)
dari-Nya, namanya al-Masih Isa putra Maryam, seorang yang terkemuka di dunia
dan di akhirat dan termasuk orang-orang yang didekatkan (kepada Allah), dan dia
berbicara dengan manusia dalam buaian dan ketika sudah dewasa, dan dia termasuk
di antara orang-orang yang saleh.” (QS. Ali ‘Imran: 45-46)
Keheranan Maryam semakian bertambah. Betapa tidak, sebelum mengandung anak itu
di perutnya ia telahmengetahui namanya. Bahkan ia menhetahui bahwa anaknya itu
akan berbicara dengan manusia saat ia masih kecil. Sebelum Maryam menggerakan
lisannya untuk melontarkan pertanyaan lain, Jibril mengangkat tangannya dan
mengerahkan udara ke arah Maryam. Kemudian datanglah hembusan udara yang
bercahaya yang belum pernah dilihat sebelumnya oleh Maryam. Lalu cahaya
tersebut ke jasad Maryam dan memenuhinya. Tak sempat Maryam melontarkan
pertanyaan yang lain, Jibril yang suci telah pergi tanpa meninggalkan suara.
Udara yang dingin telah bergerak dan Maryam pun tampak menggigil. Maryam segera
kembali ke mihrabnya. Ia menutup pintu mihrab dan ia tenggelam dalam salat yang
khusuk dan ia pun menangis. Maryam merasakan kegembiraan, kebingungan dan
kegoncangan serta kedamaian yang dalam. Kini, Maryam tidak lagi sendirian.
Sejak Jibril meninggalkannya, ia merasakan bahwa ia tidak lagi sendirian. Ia
menggerakkan tangannya yang dipenuhi dengan cahaya, kemudian cahaya ini berubah
di dalam perutnya menjadi anak, seorang anak yang akan menjadi kalimat Allah
SWT dan ruh-Nya yang diletakkan pada Maryam. Ketika anak itu besar, ia akan
menjadi seorang rasul dan nabi yang ajarannya dipenuhi dengan cinta dan kasih
sayang.
Maryam di malam itu tidur dengan nyenyak dan ia bangun di waktu Subuh. Belum
lama ia membuka kedua matanya sehingga ia dibuat terkejut ketika melihat mihrab
dipenuhi dengan buah-buahan yang sebenarnya tidak lagi musim. Maryam heran
melihat hal itu. Ia mulai mengingat apa yang telah terjadi padanya kemarin,
yaitu bagaimana kejadian saat menyiram pohon mawar, bagaimana pertemuannya
dengan malaikat Jibril, bagaimana Allah SWT meniupkan kalimat-Nya padanya,
bagaimana ia kembali ke mihrab, dan bagaimana tidurnya yang nyenyak. Maryam
berkata kepada dirinya sambil melihat buah-buahan yang banyak: Apakah aku akan
memakan sendirian buah-buahan ini. Kemudian ada suara dalam dirinya yang
berkata: “Engkau tidak lagi sendirian wahai Maryam. Kini, engkau bersama Isa. Engkau
harus makan dengan baik. Dan Maryam mulai makan.
Lalu berlalulah hari demi hari. Kandungan Maryam berbeda dengan kandungan
umumnya wanita. Ia tidak merasakan sakit dan tidak merasa berat; ia tidak
merasakan sesuatu telah bertambah padanya dan perutnya tidak membuncit seperti
umumnya wanita. Alhasil, kehamilan yang dialaminya dipenuhi dengan nikmat yang
baik. Datanglah bulan yang kesembilan. Ada sebagian ulama yang mengatakan bahwa
Maryam tidak mengandung Isa selama sembilan bulan, tetapi ia melahirkannya
secara langsung sebagai mukjizat.
Pada suatu hari, Maryam keluar ke suatu tempat yang jauh. Ia merasa bahwa
sesuatu akan terjadi hari itu. Tetapi ia tidak mengetahui hakikat sesuatu itu.
Kakinya membimbingnya untuk menuju tempat yang dipenuhi dengan pohon kurma.
Tempat itu tidak biasa dikunjungi oleh seseorang pun karena saking jauhnya;
tempat yang tidak diketahui oleh seseorang pun kecuali Maryam.
Tak seorang pun yang mengetahui Maryam bahwa sedang hamil dan ia akan
melahirkan. Mihrab yang menjadi tempat ibadahnya selalu tertutup. Orang-orang
mengetahui bahwa Maryam sedang sibuk beribadah dan tidak ada seorang pun yang
mendekatinya. Maryam duduk beristirahat di bawah pohon kurma yang besar dan
tinggi. Maryam mulai merasakan sakit pada dirinya, dan rasa sakit tersebut
semakin terasa. Akhirnya, Maryam melahirkan:
“Maka rasa sakit akan melahirkan anak
memaksa ia (bersandar) pada pangkal pohon kurma, ia berkata: ‘Aduhai alangkah
baiknya aku mati sebelum ini, dan aku menjadi sesuatu yang tidak berarti, lagi
dilupakan.” (QS. Maryam: 23)
Rasa sakit saat melahirkan anak yang dialami wanita suci ini menimbulkan
penderitaan-penderitaan lain yang segera menantinya. Bagaimana manusia akan
menyambut anaknya ini? Apa yang mereka katakan tentangnya? Bukankah mereka mengetahui
bahwa ia adalah wanita yang masih perawan? Bagaimana seorang gadis perawan bisa
melahirkan? Apakah manusia akan membenarkan Maryam yang melahirkan anak itu
tanpa ada seseorang pun yang menyentuhnya? Kemudian pandangan-pandangan
keraguan mulai menyelimutinya. Maryam berpikir bagaimana reaksi manusia
kepadanya dan bagaimana perkataan mereka terhadapnya sehingga hatinya dipenuhi
dengan kesedihan. Belum lama Maryam membayangkan dan meminta agar ia dimatikan
dan dilupakan, tiba-tiba anak yang baru lahir itu memanggilnya:
“Janganlah kamu bersedih hati,
sesungguhnya Tuhanmu telah menjadikan anak sungai di bawahmu. Dan goyanglah
pangkal pohon kurma itu ke arahmu, niscaya pohon itu ahan mengugurkan buah
kurma yang masak kepadamu makan, minum dan bersenang hatilah kamu. Jika kamu
rnelihat seorang manusia, maka katakantah: ‘Sesungguhnya aku telah bernazar
berpuasa untuk Tuhan Yang Maha Pemurah, maka aku tidak akan berbicara dengan
seorang manusia pun pada hari ini.’.” (QS. Maryam: 24-26)
Maryam melihat al-Masih yang tampan wajahnya. Wajahnya tidak kemerah-merahan
dan rambutnya tidak keriting seperti anak-anak yang lahir di saat itu, tetapi
ia berkulit lembut dan putih. Anak itu diselimuti dengan kesucian dan kasih
sayang; anak itu berbicara kepada Maryam agar ia menghilangkan kesedihannya dan
meminta padanya agar menggoyangkan batang-batang pohon kurma supaya jatuh
darinya sebagian buahnya yang lezat dan Maryam dapat memakan dan meminum
darinya sehingga hatinya pun penuh dengan kedamaian serta kegembiraan dan tidak
berpikir tentang sesuatu pun. Jika Maryam melihat atau menemui manusia, maka
hendaklah ia berkata kepada mereka bahwa ia bernazar kepada Allah SWT untuk
berpuasa dan tidak berbicara kepada seseorang pun.
Maryam melihat al-Masih dengan penuh kecintaan. Anak itu baru dilahirkan
beberapa saat tetapi ia langsung memikul tanggung jawab ibunya di atas
pundaknya. Selanjutnya, ia akan memikul penderitaan orang-orang fakir. Maryam
melihat bahwa wajah anak itu menyiratkan tanda yang sangat aneh. Yaitu tanda yang
mengisyaratkan bahwa ia datang ke dunia bukan untuk mengambil darinya sesuatu,
tetapi untuk memberinya segala sesuatu. Maryam mengulurkan tangannya ke pohon
kurma yang besar. Belum lama ia menyentuh batangnya hingga jatuhlah darinya
buah kurma yang masih muda dan lezat. Maryam makan dan minum dan kemudian ia
memangku anaknya dengan penuh kasih sayang.
Saat itu, Maryam merasakan kegoncangan yang hebat. Silih-berganti ketenangan
dan kegelisahan menghampirinya. Segala pikirannya tertuju pada satu hal, yaitu
Isa. Ia bertanya-tanya dalam dirinya: Bagaimana orang-orang Yahudi akan
menyambutnya, apa yang akan mereka katakan tentangnya, apa yang akan mereka
katakan terhadap Maryam, apakah para pendeta dan para pembesar Yahudi percaya
bahwa Maryam melahirkan seorang anak tanpa disentuh oleh seseorang pun?
Bukankah mereka terbiasa hidup dengan suasana pencurian dan penipuan? Apakah
seseorang di antara mereka akan percaya—padahal ia jauh dari langit—bahwa
langit telah memberinya seseorang anak.
Akhirnya, masa pengasingan Maryam telah berakhir dan Maryam harus kembali ke
kaumnya. Maryam kembali dan waktu menunjukkan Ashar. Pasar besar yang terletak
di jalan yang dilalui Maryam menuju mesjid dipenuhi dengan manusia. Mereka
sibuk dengan jual-beli. Mereka duduk berbincang-bincang sambil minum anggur.
Belum lama Maryam melewati pasar itu sehingga manusia melihatnya membawa
seorang anak kecil yang didekapnya. Salah seorang bertanya: “Bukankah ini
Maryam yang masih perawan? Lalu, anak siapa yang dibawanya itu?” Seorang yang
mabuk berkata: “Itu adalah anaknya.” Mari kita dengar cerita apa yang akan
disampaikannya. Akhirnya, orang-orang Yahudi mulai “mengepung” dengan berbagai
macam pertanyaan: “Anak siapa ini wahai Maryam, mengapa engkau tidak
mengembalikannya, apakah itu memang anakmu, bagaimana engkau datang dengan
membawa seorang anak sedangkan engkau adalah gadis yang masih perawan?”
“Hai saudara perempuan Harun, ayahmu
sekali-kali bukanlah seorang yang jahat dan ibumu sekali-kali bukanlah seorang
pezina.” (QS. Maryam: 28)
Maryam dituduh melakukan pelacuran. Mereka menyerang Maryam tanpa terlebih
dahulu mendengarkan sanggahannya atau mengadakan penelitian atau membuktikan
bahwa perkataan mereka memang benar. Maryam dicerca sana-sini dan ia
diingatkan, bahwa bukankah ia seseorang yang tumbuh dari rumah yang baik dan
bukanlah ibunya seorang pelacur? Lalu mengapa semua ini terjadi padanya?
Menghadapi semua tuduhan itu, Maryam tampak tenang dan tetap menunjukkan
kebaikannya. Wajahnya dipenuhi dengan cahaya keyakinan. Ketika pertanyaan
semakin menjadi-jadi dan keadaan semakin sulit, maka Maryam menyerahkan
segalanya kepada Allah SWT. Ia menunjuk ke arah anaknya dengan tangannya.
Maryam menunjuk Isa.
Orang-orang yang ada di situ tampak kebingungan. Mereka memahami bahwa Maryam berpuasa
dari berbicara dan meminta kepada mereka agar bertanya kepada anak itu. Para
pembesar Yahudi bertanya: “Bagaimana mereka akan melontarkan pertanyaan kepada
seorang anak kecil yang baru lahir beberapa hari? Apakah anak itu akan
berbicara di buaiannya” Mereka berkata kepada Maryam:
“Bagaimana kami akan berbicara dengan
anak kecil yang masih dalam ayunan?”(QS. Maryam: 29)
Berkata Isa:
“Sesungguhnya aku ini hamba Allah, Dia
memberiku al-Kitab (injil) dan Dia menjadikan aku seorang nabi. Dan Dia menjadikan
aku seorang yang diberkati di mana saja aku berada, dan Dia memerintahkan
kepadaku (mendirikan) salat dan (menunaikan) zakat selama aku hidup; dan
berbakti kepada ibuku, dan Dia tidak menjadikanku seorang yang sombong lagi
celaka. Dan kesejahteraan semoga dilimpahkan kepadahu, pada hari aku
dilahirkan, pada hari aku meninggal dan pada hari aku dibangkitkan hidup
kembali.” (QS. Maryam: 30-33)
Belum sampai Isa menuntaskan pembicaraannya sehingga wajah-wajah para pendeta
dari kalangan Yahudi dan para uskup tampak pucat. Mereka menyaksikan mukjizat
terjadi di depan mereka secara langsung. Anak kecil itu berbicara di buaiannya;
anak kecil yang datang tanpa seorang ayah; anak kecil yang mengatakan bahwa
Allah SWT telah memberinya al-Kitab dan menjadikannya seorang Nabi. Ini berarti
bahwa kekuasaan mereka sebentar lagi akan hancur. Setiap orang dari mereka akan
menjadi tidak berarti ketika anak kecil itu dewasa. Tak seorang pun di antara
mereka yang dapat “menjual pengampunan” kepada manusia atau menghakimi mereka
melalui pemyataan bahwa ia adalah wakil dari langit yang turun di bumi. Atau
pernyataan, bahwa hanya dia yang mengetahui syariat.
Para pendeta Yahudi merasa akan terjadi suatu tragedi kepribadian yang akan
datang kepada mereka dengan kelahiran anak kecil ini. Kedatangan al-Masih
berarti mengembalikan manusia kepada penyembahan semata-mata kepada Allah SWT.
Ini berarti menghapus agama Yahudi yang sekarang mereka yakini. Perbedaan
antara ajaran-ajaran Musa dan tindakan-tindakan orang-orang Yahudi menyerupai
perbedaan antara bintang-bintang di langit dan lumpur-lumpur di jalan. Para
pendeta Yahudi menyembunyikan kisah kelahiran Isa dan bagaimana ia berbicara di
masa buaian. Mereka justru menuduh Maryam yang masih perawan dengan kebohongan
yang besar. Mereka menuduh Maryam melakukan pelacuran, padahal mereka
menyaksikan sendiri mukjizat pembicaraan anaknya di masa buaian.
Mula-mula cerita tentang itu mereka sembunyikan untuk beberapa saat. Meskipun
demikian, berita tentang kelahiran Isa sampai ke Hakim Romawi, yaitu Heradus.
Ia memimpin orang-orang Palestina dan orang-orang Yahudi dengan kekuatan
pedang. Ia menakut-nakuti mereka dengan menumpahkan darah serta banyaknya
mata-mata yang dimilikinya. Pada suatu hari, ia duduk di istananya dan meminum
anggur. Lalu ia mendengar berita yang samar tentang kelahiran seseorang anak
tanpa ayah; seorang anak yang dikatakan ia mampu berbicara saat masih di
buaian, lalu ia menyampaikan pembicaraan yang menjurus pada ancaman terhadap
kekuasaan Romawi. Kemudian bergetarlah kursi yang ada di bawah tubuh Heradus.
Ia memerintahkan untuk diadakan suatu pertemuan mendadak yang dihadiri oleh
para pengawalnya dan para mata-matanya. Pertemuan itu pun terlaksana. Heradus
duduk dengan wajahnya yang hitam mengkilat, lalu ia memutarkan pandangannya ke
arah mata-matanya dan bertanya: “Bagaimana berita anak kecil yang berbicara di
buaiannya?”
Salah seorang kepala mata-mata berkata: “Tampak bahwa masalahnya tidak benar.
Kami telah mendengar isu-isu sekitar anak kecil yang mereka katakan bahwa ia
membuat mukjizat dengan berbicara saat ia masih belia. Lalu saya mengutus anak
buahku untuk mencari kebenaran berita itu, tetapi mereka tidak menemukannya.
Jelas bagi kami, bahwa berita itu dilebih-lebihkan.” Kemudian salah satu
anggota mata-mata raja berkata: “Aku telah mendapatkan bukti yang terpercaya
bahwa tiga orang dari orang-orang Majusi datang di balik suatu bintang yang
mereka lihat menyala di suatu langit dan bintang tersebut mengisyaratkan
kelahiran anak kecil yang membawa mukjizat, yaitu anak kecil yang akan
menyelamatkan kaumnya.” Hakim berkata: “Bagaimana ia dapat menyelamatkan
kaumnya dan kaum siapa yang diselamatkannya?” Salah seorang mata-mata berkata:
“Anak buahku tidak mengetahuinya karena orang-orang pandai dari Majusi itu pergi
dan tak seorang pun menemukan mereka.”
Hakim berkata: “Bagaimana mereka dapat pergi dan bersembunyi lalu bagaimana
cerita anak kecil ini? Apakah di sana ada persekongkolan untuk menentang
Romawi?” Hakim melompat dari tempat duduknya ketika ia menyebut Romawi, dan ia
mulai berbicara dengan keadaan emosi: “Aku menginginkan kepala tiga orang yang
cerdik itu dan aku juga menginginkan kepala anak kecil itu. Dan aku
menginginkan informasi yang lengkap. Sungguh masalah ini semakin samar hai
orang-orang yang bodoh.” Lalu kepala mata-mata berkata: “Barangkali ini hanya
mimpi yang dibayangkan orang-orang Yahudi bahwa mereka melihatnya.” Hakim
berkata: “Sungguh kepala-kepala kalian semua akan terbang lebih cepat dari
merpati jika kalian tidak mendatangkan cerita secara lengkap tentang anak ini.
Kebingungan dan kekacauan apa yang aku rasakan! Pergilah kalian dari sini.”
Anak buah Heradus dan para mata-mata pergi, sedangkan ia masih duduk memikirkan
masalah tersebut. Tampaknya masalah itu sangat menggelisahkannya. Ia tidak
peduli dengan kedatangan agama baru kepada manusia tetapi yang dipikirkannya
adalah kekuasaan Romawi yang ia menjadi simbolnya. Kemudian Heradus menetapkan
untuk memanggil pemuka orang Yahudi dan bertanya kepadanya tentang masalah ini.
Para pengawalnya yang khusus memanggil orang Yahudi itu. Tidak beberapa lama
orang Yahudi itu ada di depan hakim. Heradus berkata: “Aku ingin berbicara
kepadamu tentang suatu masalah yang sangat menggelisahkanku.” Pendeta Yahudi
itu berkata: “Aku ingin mengabdi kepadamu.”
Heradus berkata: “Aku mendengar berita-berita yang saling berlawanan tentang
anak kecil yang bisa berbicara di masa buaiannya dan ia mengatakan bahwa ia
akan menyelamatkan kaumnya. Maka bagaimana berita yang sebenarnya tentang itu?”
Pendeta itu berkata—dan ia merasa bahwa pertanyaan itu sepertinya berupa
jebakan yang tidak diketahuinya secara pasti: “Apakah tuan yang mulia peduli
dengan agama Yahudi?” Heradus berkata dalam keadaan emosi: “Aku tidak peduli
sedikit pun selain kekuasaan Romawi. Jawablah pertanyaanku wahai pendeta.”
Pendeta Yahudi itu telah melihat Isa berbicara di buaiannya. Ia memahami bahwa
seandainya ia mengatakan itu, maka ia akan mendapatkan penderitaan pada
dirinya, maka ia lebih memilih sedikit berbohong. Ia berkata kepada Heradus bahwa
ia mendengar cerita itu tetapi ia meragukannya.
Heradus berkata: “Apakah benar agama kalian berbicara tentang kedatangan
seorang penyelamat bagi rakyat kalian?” Pendeta berkata: “Ini benar wahai tuan
yang mulai.” Heradus berkata: “Apakah kalian mengetahui ini adalah
persekongkolan menentang keamanan kerajaan Romawi? Apakah kalian menyadari ini
adalah bentuk pengkhianatan?” Pendeta berkata: “Aku harap tuan membiarkan aku
meluruskan suatu pemikiran yang sederhana. Berita tentang hal itu adalah berita
yang kuno. Berita ini diyakini ketika rakyat menjadi tawanan di Bebel sejak
ratusan tahun.”
Heradus berkata: “Apakah memang di sana ada yang membenarkan berita ini?
Sekarang, apakah kamu secara pribadi membenarkannya? Apakah engkau melihat anak
kecil itu yang mereka katakan bahwa ia dilahirkan tanpa seorang ayah?” Pendeta
itu berkata: “Apakah ada seorang yang percaya wahai tuan yang mulia jika
dikatakan ada seorang anak yang lahir tanpa seorang ayah. Ini adalah mimpi
rakyat biasa.”
Heradus berkata: “Tidak ada sesuatu yang mengusir tidur dari mata seorang
penguasa selain mimpi-mimpi rakyat. Pergilah wahai pendeta dan jika engkau
mendengar berita-berita, maka sampaikanlah kepadaku sebelum engkau sampaikan
kepada istrimu.” Belum lama pendeta itu pergi sehingga Heradus berpikir,
bagaimana seandainya pendeta itu berbohong. Ia menangkap benang kebohongan pada
kedua matanya. Ia mengetahui kebohongan ini karena ia sendiri sangat pandai
berbohong. Kemudian bagaimana cerita tiga orang cerdik yang mereka mengikuti
bintang? Apakah di sana terdapat persekongkolan menentang Romawi yang tidak
diketahuinya?
Heradus berteriak di tengah-tengah pengawalnya dan memerintahkan mereka untuk
menangkap semua orang yang mendengar cerita ini atau ia akan melihat akibatnya.
Mula-mula dia memerintahkan untuk mencari gadis perawan yang melahirkan anak
itu dan membunuh setiap anak yang lahir di saat itu. Sementara itu, Maryam
keluar dari Palestina menuju ke Mesir. Sebelumnya, pada suatu malam, datanglah
kepadanya seseorang yang belum pernah dilihatnya dan orang itu menyampaikan
salam kepadanya serta menyerukannya dan sambil berkata: “Bawalah anakmu wahai
Maryam dan keluarlah menuju Mesir.” Dengan nada ketakutan Maryam bertanya,
“Mengapa? Bagaimana aku keluar menuju ke Mesir; dan bagaimana aku bisa
mengenali jalan?” Orang asing itu menjawab, “Keluarlah engkau niscaya Allah SWT
akan melindungimu. Sesungguhnya Hakim Romawi mencari anakmu dan ingin
membunuhmu.”
Maryam bertanya: “Kapan aku keluar?” Orang asing itu menjawab: “Sekarang juga.
Janganlah engkau khawatir sedikit pun karena engkau keluar bersama seorang Nabi
yang mulia. Semua nabi diusir oleh kaumnya dari negeri mereka dan rumah mereka.
Demikianlah hukum kehidupan. Kejahatan selalu berusaha untuk menyingkirkan
kebaikan tetapi pada akhirnya, kebaikan akan kembali menduduki singgasananya.
Keluarlah wahai Maryam.” Akhirnya, Maryam pun pergi menuju ke Mesir. Maryam
melalui gurun Saina’ bersama suatu kafilah yang menuju Mesir. Maryam berjalan
membawa Isa di jalan yang sama yang pernah dilalui Nabi Musa di mana
ditampakkan kepada Nabi Musa api yang suci dan beliau dipanggil dari sisi thur
al-Aiman. Setelah melalui perjalanan yang jauh dan melelahkan, Maryam sampai di
Mesir. Mesir yang dipenuhi dengan kebaikan, kemuliaan, kebudavaan klasik serta
cuacanya yang stabil mempakan tempat yang terbaik untuk pertumbuhan Isa as.
Al-Masih tumbuh dan berkembang serta menjalani masa kecilnya di Mesir. Kemudian
datanglah kepada Maryam orang asing yang telah memerintahkannya untuk
meninggalkan Palestina. Kali ini, ia memerintahkannya untuk kembali ke
Palestina. Orang asing itu berkata kepadanya: “Raja yang lalim telah mati, maka
kembalilah bersama anakmu wahai Maryam. Telah datang kesempatan emas bagi Isa
untuk menduduki singgasananya. Isa akan menjadi penyayang orang-orang fakir dan
orang-orang yang benar. Kembalilah wahai Maryam.” Maryam pun kembali. Dalam
perjalanan Maryam melalui banyak mata air di sungai Jordania.
Isa pun tumbuh menjadi dewasa dan mencapai masa mudanya. Isa keluar dari
rumahnya dan menuju tempat penyembahan kaum Yahudi. Saat itu bertepatan dengan
hari Sabtu. Di sana tidak ada satu rumah pun dari rumah kaum Yahudi yang dapat
menyalakan api atau memadamkannya pada hari Sabtu, atau mengambil buah di hari
itu. Dilarang bagi seorang wanita untuk membikin adonan roti atau seseorang
anak kecil mencuci anjingnya. Nabi Musa telah memerintahkan untuk menghormati
hari Sabtu dan hanya mengkhususkanya untuk beribadah kepada Allah SWT.
Terdapat hikmah di balik penghormatan hari Sabtu sehingga hari Sabtu menjadi
hari yang sangat disucikan di kalangan orang-orang Yahudi. Mereka
melaksanakannya dengan berbagai macam tradisi dan mereka mencurahkan segala
konsentrasi mereka untuk menjaga hari Sabtu dan tidak meremehkannya. Sebab,
mereka meyakini bahwa hari Sabtu adalah hari yang dijaga dari langit sebelum
Allah menciptakan manusia sebagaimana mereka percaya bahwa Bani Israil telah
diberikan pilihan kepada satu jalur saja, yaitu menjaga hari Sabtu. Mereka
bangga karena mereka dapat menjaganya meskipun hal itu menyebabkan mereka kalah
di kancah peperangan atau mereka tertawan di tangan musuh. Bahkan saking
ketatnya mereka mempertahankan kehormatan hari Sabtu sampai-sampai mereka
menambah-nambahi berbagai macam larangan di hari Sabtu. Majelis kaum Yahudi
menetapkan ratusan larangan yang tidak boleh dilakukan di hari Sabtu, seseorang
dilarang untuk memakai gigi palsu di hari Sabtu. Seorang yang sakit dilarang
untuk memakai perban atau memakai minyak di tempat yang sakit pada hari Sabtu
atau memanggil dokter. Dilarang pula di hari Sabtu untuk menulis dua huruf
abjad; dilarang juga untuk mempertahankan diri pada hari Sabtu; dilarang untuk
panen dan belajar di hari Sabtu. Kemudian, bepergian di hari Sabtu diharuskan
untuk tidak lebih dari dua ribu yard. Dilarang juga dihari Sabtu untuk membawa
sesuatu ke luar rumah.
Jadi, banyaknya syariat, hukum serta larangan-larangan biasanya diikuti dengan
banyaknya keburukan atau paling tidak membantu terciptanya keburukan. Setiap
timbul suatu larangan, maka timbul bersamanya cara untuk menghindar darinya.
Demikianlah, kehidupan kaum Yahudi dipenuhi dengan kemunafikan yang luar biasa
di mana secara lahiriah mereka menampakkan penghormatan terhadap hari Sabtu,
tetapi secara batiniah mereka berusaha menodai kehormatan dengan berbagai macam
cara.
Meskipun kelompok Farisiun bertanggung jawab terhadap tugas pelaksanaan syariat
dan mengawasinya dengan banyak mendapatkan jarninan-jaminan, maka kita akan
melihat bahwa mereka siap untuk menciptakan berbagai rekayasa dan tipu daya
yang memungkinkan mereka untuk menghindar dari hukum-hukum syariat di saat yang
tepat. Saat yang tepat adalah saat di mana syariat-syariat tersebut
bertentangan dengan kepentingan pribadi mereka atau dapat menjadi penghalang
bagi mereka untuk mendapatkan mata pencaharian yang haram yang sudah siap masuk
pada kantong mereka. Misalnya, terdapat kaidah syariat yang menetapkan
perjalanan pada hari Sabtu tidak boleh melebihi dua ribu yard. Namun
orang-orang Farisiun mengadakan walimah di mana mereka mengundang orang-orang
untuk menghadiri acara tersebut pada hari Sabtu, padahal tempat diadakannya
acara itu berjarak lebih dari dua ribu yard dari rumah mereka. Lalu, bagaimana
mereka dapat melaksanakan hal tersebut? Sangat mudah sekali. Mereka meletakkan
pada sore hari Sabtu sebagian makanan yang berjarak dua ribu yard dari rumah
mereka lalu setelah itu mereka mendirikan suatu tempat tinggal di mana mereka
dapat berjalan setelahnya dan menempuh dua ribu yard yang lain. Dari sini
mereka dapat menambah jarak yang mereka inginkan. Begitu juga agar mereka
menghindar dari larangan membawa sesuatu ke luar rumah pada hari Sabtu, maka
mereka membuat tipu daya yang lain. Yaitu mereka mendirikan gerbang-gerbang
pintu dan jendela di berbagai jalan sehingga seluruh kota seperti rumah besar
yang dimungkinkan bagi mereka untuk membawa segala sesuatu dan bergerak di
dalamnya.
Contoh lain yang menunjukan bagaimana orang-orang Yahudi mempermainkan syariat
sedangkan mereka mengklaim menjaganya adalah, bahwa syariat Musa menetapkan
agar seorang anak menginfaki kedua orang tuanya saat mereka menginjak usia tua
dan membutuhkannya. Tetapi kaum Farisiun memberikan kesempatan kepada anak-anak
untuk lari dan menghindar dari tanggung jawab ini dengan suatu tipu daya yang
sederhana. Ketika seorang anak dituntut oleh kedua orang tuanya untuk memberi
nafkah, maka ia pergi ke para pendeta dan bersepakat kepada mereka untuk
mewakafkan semua hartanya dan kekayaannya kepada haikal, yaitu tempat sembahan
kaum Yahudi. Saat itu kedua orang tuanya tidak mampu mengambil sesuatu pun
darinya. Ketika mereka berdua telah putus asa dan tidak lagi menuntut padanya
untuk memberi nafkah, maka semua harta kekayaannya akan dikembalikan kepadanya
oleh para pendeta, dengan catatan hendaklah ia memberikan bagian tertentu dari
hartanya kepada para pendeta itu. Demikianlah yang terdapat dalam Injil Mata.
Di tengah-tengah suasana kebodohan pemikiran yang luar biasa ini, juga terdapat
sikap keras kepala dan kejumudan berpikir yang mengelilingi kaum Yahudi.
Terdapat tujuh tingkat kesucian dan dua puluh enam salat yang harus mereka
lakukan saat mereka membasuh tangan sebelum memakan makanan, namun mereka
menganggap bahwa meniadakan pembacaan salat-salat sebagai bentuk pembunuhan
terhadap jiwa dengan cara bunuh diri dan tercegah dari kehidupan abadi.
Demikianlah kekerasan sikap masyarakat Yahudi yang menunjukkan bahwa moral
mereka telah rusak dan dipenuhi dengan kemunafikan yang tiada taranya.
Sementara itu, Isa berjalan menuju tempat beribadah. Orang-orang berjalan di
sekelilingnya. Mereka tampak membanggakan pakaian-pakaian yang berwarna dan
berharga sedangkan Isa berjalan dengan memakai baju putih dan menampakkan
kezuhudannya. Rambut Isa tampak lembut yang mencapai kedua bahunya dan tampak
ia basah terkena air awan yang menurunkan gerimis. Kemudian kedua kakinya
berjalan di atas tanah sehingga tanah itu dipenuhi dengan bau harum yang tidak
diketahui sumbernya. Baju yang dipakai oleh Isa terbuat dari bulu domba yang
sangat sederhana dan kasar. Meskipun hari itu hari Sabtu, Isa memetik buah di suatu
kebun dan mengambil dua buah yang beliau berikan kepada anak kecil yang fakir
dan lapar. Tindakan semacam ini menurut kepercayaan Yahudi dianggap sebagai
tindakan yang menentang agama Yahudi.
Isa mengetahui bahwa menjalankan agama yang hakiki bukan terletak pada ketaatan
eksternal sementara hati jauh dari sikap rendah diri. Oleh karena itu, Isa
mencabut buah dan memberikan makan kepada manusia pada hari Sabtu. Beliau
menyalakan api untuk wanita-wanita tua sehingga mereka tidak mati kedinginan.
Isa sering mengunjungi tempat sesembahan orang Yahudi. Isa berdiri di dalamnya
dan mengamati para pendeta dan manusia yang hilir mudik di sekitarnya.
Sesampainya Isa di tempat sembahan, ia berdiri di dalamnya. Isa mengamat-amati
apa yang ada di dalamnya. Dinding-dinding tempat beribadah itu terbuat dari
kayu gahru yang memiliki bau yang harum. Di samping itu, terdapat
kelambu-kelambu yang terbuat dari kain-kain yang mengagumkan yang dicampur
dengan emas. Juga terdapat lampu-lampu yang terulur dari atap dan juga ada
lilin-lilin yang memenuhi ruangan dengan cahaya. Meskipun demikian, kegelapan
menyelimuti hati orang-orang yang ada di situ.
Nabi Isa berdiri cukup lama di tempat penyembahan itu. Setiap kali ia
memutarkan wajahnya, ia mendapati para pendeta di sana. Terdapat dua puluh ribu
pendeta. Nama-nama mereka tercatat dalam haikal. Mereka adalah kaum Waliyun
yang memakai saku-saku yang besar yang di dalamnya ada kitab-kitab syariat.
Sedangkan kaum Farisiun, mereka memakai pakaian yang lebar yang sisi-sisinya tertenun
dengan emas. Mereka adalah pembantu haikal yang resmi dengan memakai baju-baju
mereka yang putih. Adapun kaum Shaduqiyun adalah kelompok para pendeta
aristokrat yang bersekutu dengan penguasa di mana mereka memperoleh kekayaan
melalui persekutuan ini. Nabi Isa memperhatikan bahwa jumlah pengunjung
haikalita lebih sedikit daripada jumlah para pendeta dan para tokoh agama.
Tempat penyembahan itu dipenuhi dengan kambing dan merpati yang dibeli oleh
para pengunjung tempat penyembahan itu. Mereka menyerahkannya sebagai kurban
kepada Allah. Yaitu kurban yang disembelih di dalam tempat persembahan di atas
tempat penyembelihan. Alhasil setiap langkah yang diayunkan oleh para pejalan
di tempat penyembahan itu akan menghasilkan uang.
Di tempat penyembahan Yahudi itulah tersingkap hakikat kehidupan kaum Yahudi.
Nilai satu-satunya yang disembah oleh manusia di zaman itu adalah uang. Jadi,
kemewahan materi atau kekayaan adalah nilai satu-satunya yang karenanya manusia
akan bergulat satu sama lain. Dalam hal itu, tidak ada perbedaan antara
tokoh-tokoh pembawa ajaran syariat dengan manusia-manusia biasa. Kaum
Shaduqiyun dan kaum Farisiun bekerja sama di antara mereka di dalam haikal itu
seakan-akan mereka di dalam suatu pasar di mana mereka memanfaatkannya untuk
diri mereka dengan terus mencari kurban-kurban di dalamnya. Seringkali kaum
Shaduqiyun dan Farisiun berseteru dalam persoalan syariat dan hukum. Demikian
juga, mereka berseteru dalam menentukan kurban yang harus mereka raih di haikal
itu. Kaum Farisiun berpendapat bahwa hewan-hewan kurban itu harus dibeli dari
harta haikal sedangkan kaum Shaduqiyun menganggap bahwa harta dari haikal
adalah hak mereka. Oleh karena itu, mereka menganggap bahwa hewan kurban itu
harus dibeli dengan jumlah tersendiri. Begitu juga kaum Farisiun mewajibkan
untuk membakar hewan yang disembelih di atas tempat penyembahan, sedangkan kaum
Shaduqiyun mereka mengambil hewan sembelihan ini untuk diri mereka sendiri.
Di dalam Talmud disebutkan bahwa kaum Shaduqiyun menjual merpati di toko-toko
mereka yang mereka miliki. Mereka sengaja memperbanyak kesempatan-kesempatan
yang diharuskan di dalamnya untuk mengorbankan burung-burung merpati sehingga
harga seekor burung merpati saja mencapai beberapa Dinar. Melihat hal itu,
salah satu tokoh Farisiun yaitu Sam’an bin Amlail mengeluarkan fatwa yang
intinya mengurangi kesempatan-kesempatan yang diharuskan di dalamnya seseorang
menyerahkan merpati sebagai kurban. Setelah itu, harga burung cuma mencapai
seperempat Dinar. Pergulatan antara kedua kelompok itu mendatangkan pukulan
berat bagi pemilik toko yang menyimpan burung merpati terutama anak-anak dari
kepala pendeta.
Nabi Isa memperhatikan apa yang terjadi di sekelilingnya; Nabi Isa melihat kaum
fakir yang tidak mampu membeli hewan kurban sehingga mereka tidak mampu
berkurban; Nabi Isa melihatbagaimana para pendeta memperlakukan mereka dan
memangsa mereka seperti serigala yang buas. Nabi Isa berpikir di dalam dirinya,
mengapa binatang-binatang itu mereka bakar lalu dagingnya menjadi asap di
udara, padahal di sana terdapat ribuan kaum fakir yang mati kelaparan? Mengapa
mereka mengira bahwa Allah SWT ridha ketika tempat penyembelihan dilumuri
dengan darah, lalu hewan kurban itu dibawa ke rumah-rumah para pendeta dan
toko-toko mereka untuk dijual? Mengapa orang-orang fakir banyak berhutang dan
mengeluarkan banyak uang untuk membeli binatang-binatang kurban? Mengapa
binatang-binatang kurban itu harus dimiliki dan hanya dirawat oleh para pendeta
lalu apa yang mereka lakukan dengan uang-uang ini? Lalu, di manakah tempat
orang-orang fakir di haikal itu? Bukankah hal yang aneh ketika seseorang
memasuki rumah dengan keharusan membawa uang?
Nabi Isa pergi dari tempat penyembahan itu dan ia meninggalkan kota menuju
gunung. Dada Nabi Isa dipenuhi dengan kecemburuan yang suci terhadap yang Maha
Benar. Wajahnya tampak semakin pucat ketika melihat berbagai macam kejahatan
memenuhi dunia. Nabi Isa berdiri di atas sebuah bukit dan beliau mulai
melakukan salat. Tetesan-tetesan air mata mulai berlinang dari pipinya dan jatuh
ke bumi. Nabi Isa mulai merenung dan menangis. Di sana terdapat bunga yang
nyaris mati karena kehausan lalu ketika ia mendapatkan tetesan air mata
al-Masih, maka bunga itu mekar kembali dan mendapatkan kehidupan. Tetesan air
mata al-Masih menyelamatkannya, sebagaimana beliau akan menyelamatkan manusia
dengan dakwahnya. Di malam yang penuh berkah ini pula, dua orang Nabi yang
mulia meninggalkan bumi, yaitu Nabi Yahya dan Nabi Zakaria. Kedua Nabi itu
dibunuh oleh penguasa. Sejak kepergian mereka berdua, bumi kehilangan banyak
dari kebaikan. Pada malam itu juga, turunlah wahyu kepada Isa bin Maryam. Allah
SWT memutuskan perintah-Nya agar ia memulai dakwahnya.
Nabi Isa menutup lembaran halus dari kehidupannya yaitu lembaran yang penuh
dengan tafakur dan ibadah. Beliau memulai perjalanannya yang berat dan penuh
tantangan serta penderitaan: beliau mulai berdakwah di jalan Allah SWT; beliau
mulai membangun kerajaan yang tegak berdasarkan kerendahan hati dan cinta.
Kerajaan yang penguasanya bertujuan untuk membebaskan dan menyucikan ruh.
Kerajaan yang memancarkan sikap rendah diri dan cinta. Nabi Isa ingin
menyelamatkan ruhani. Ajaran Nabi Isa berdasarkan keimanan terhadap hari kiamat
dan kebangkitan. Nilai-nilai dan pemikiran tersebut tidak ditemukan dalam
kehi-dupan orang-orang Yahudi.
Syariat Musa menetapkan pemberlakuan hukum qisas: barangsiapa yang memukulmu di
pipi sebelah kananmu, maka pukullah pipi sebelah kanannya. Lalu bagaimanakah
orang-orang Yahudi menerapkan hukum qisas tersebut? Jika yang dipukul mampu
untuk menghancurkan rumah orang yang memukul, maka ia tidak perlu merasa puas
hanya sekadar memukul pipi sebelah kanannya, namum jika ia tidak mampu, maka
hendaklah ia memukul pipi sebelah kanannya. Namun boleh jadi hatinya dipenuhi
dengan dendam karena ia tidak dapat menghancurkan rumahnya.
Jadi, kebencian adalah pelabuhan tempat bersinggahnya syariat Musa. Meskipun
beliau adalah seorang Nabi yang merupakan cermin cinta Ilahi yang besar namun
syariatnya kini berada di bawah kekuasaan hati-hati yang mati, yaitu hati-hati
yang penuh dengan dendam dan kebencian. Lalu, apa yang dilakukan Nabi Isa
terhadap semua ini? Allah SWT telah mengutusnya dan memperkuat Taurat yang
dibawa oleh Musa sebagaimana Allah SWT menurunkannya kepada Musa. Jadi, seorang
nabi tidak menghancurkan tugas nabi sebelumnya. Para nabi bagaikan satu mata
rantai yang tujuannya adalah satu, yaitu menciptakan kesucian dan
mempertahankan kebenaran serta mengesakan Allah SWT.
Kemudian apa yang dilakukan Nabi Isa terhadap syariat qisas cersebut? Yang
jelas, tindakan yang dilakukkan oleh Nabi Isa murni dari ilham yang didapatnya
dari Allah SWT. Nabi Isa mengem-balikan kaum kepada tujuan asli dari syariat.
Nabi Isa mengembalikan mereka kepada hikmah syariat yang asli. Nabi Isa
mengembalikan mereka kepada cinta. Nabi Isa tidak mengatakan sesuatu pun kepada
orang yang memukul pipi sebelah kanannya. Nabi Isa tidak berusaha untuk memukul
pipi sebelah kanannya. Al-Masih justru akan membalikkan pipi sebelah kirinya.
Inilah syariat Nabi Isa yang tidak berbeda sedikit pun dengan syariat Nabi
Musa. Ia merupakan kedalaman yang mengagumkan dari kedalaman syariat Nabi Musa.
Nabi Isa ingin menetapkan kepada kaum di sekelilinginya tentang sesuatu yang
penting. Nabi Isa ingin memberitahu mereka bahwa syariat bukan mengajari kalian
untuk meletakkan dendam pada diri kalian lalu kalian memukul lawan kalian.
Syariat yang hakiki adalah, hendaklah kalian menebar kasih sayang, pemaaf, dan
cinta.
Terdapat banyak binatang-binatang buas di hutan. Binatang-binatang itu mencintai
diri mereka sendiri. Mereka bermusuhan dan saling membunuh demi makanan dan
minuman. Mereka memberikan makan kepada anak-anaknya. Perbedaan antara manu-sia
dan binatang adalah perbedaan pada tingkat cinta. Hewan tidak akan mampu
melampui derajat cintanya kepada makhluk yang lain. Atau dengan kata lain,
hewan tidak dapat membagi cintanya kepada jenis yang lain. Sedangkan manusia
mampu melakukan hal itu. Di situlah manusia mampu dapat mencapai kemuliaannya
dan kemanusiaannya. Al-Masih memberitahu kaumnya bahwa manusia tidak akan
menjadi manusia sempurna kecuali setelah ia mencintai orang lain sebagaimana ia
mendntai dirinya sendiri.
“Aku mendengar bahwa dikatakan, hendaklah engkau mencintai orang yang dekat
denganmu dan membenci musuhmu, sedangkan aku berkata kepada kalian, cintailah
musuh kalian dan doakanlah orang yang melaknati kalian. Berbuat baiklah kepada
pembenci kalian dan salatlah untuk orang-orang berbuat buruk kepada kalian.”
(Injil Mata).
Dakwah Nabi Isa datang dan menghapus syariat Nabi Musa dalam bentuk eksternal.
Jika kita berusaha membandingkan dua syariat tersebut dalam bentuk yang
sederhana, maka pada hakikat-nya dakwah Nabi Isa bertujuan untuk menghapus
bid’ah yang dilakukan oleh kaum Farisiun dan Shaduqiun terhadap syariat Nabi
Musa dan menunjukkan hakikat syariat ini dan tujuan-tujuannya yang tinggi. Di
tengah-tengah masa materialisme yang sangat luar biasa dan dunia dipenuhi
dengan penyembahan terhadap emas dan tersebarnya berbagai macam kejahatan,
munculah dakwah al-Masih sebagai reaksi ideal yang menunjukkan ketinggian dan
kesucian. Al-Masih mengetahui bahwa ia mengajak manusia untuk menciptakan
perilaku ideal dalam kehidupan; Al-Masih menyadari bahwa dakwahnya penuh dengan
idealisme tetapi idealisme ini sendiri pada saat yang sama merupakan solusi
satu-satunya untuk mengobati kehidupan dari kesengsaraan dan penyakit-penyakit
menular; Al-Masih mengetahui bahwa tidak semua manusia tidak mampu untuk
mencapai puncak yang diisyaratkannya. Tetapi paling tidak, hendaklah setiap
orang berusaha sedikit mendaki sehingga ia selamat.
Dakwah Nabi Isa terdiri dari kesudan yang mengagumkan; dakwah Nabi Isa
bertujuan untuk menyelamatkan ruh atau dakwah yang dapat dianggap sebagai
pedoman perilaku individu, bukan suatu system perincian-perincian tersebut dan
hanya memfokuskan kepada sumber utama, yaitu ruh. Isa ingin raenghidupkan
ruhani manusia dan membimbingnya untuk mencapai cahaya Sang Pencipta. Oleh
karena itu, Isa datang dengan didukung oleh ruhul kudus. Ruhul kudus adalah
Jibril. Kita tidak mengetahui bagaimana Allah SWT memperkuat Isa dengan Ruh
Kudus: apakah Jibril menemaninya dan menyertainya sepanjang pengutusannya?
Jibril turun kepada nabi untuk menyampaikan risalah atau membawa mukjizat atau
justru mendatangkan hukuman atas kaumnya, tetapi ia tidak bersama mereka
sepanjang waktu. Oleh karena itu, apakah memang Jibril menemani Isa sehingga
beliau diangkat ke langit?
Hampir saja hati menjadi tenang dengan tafsiran ini karena dalam kehidupan Nabi
Isa terdapat sisi-sisi malaikat di mana beliau mempunyai kemampuan yang luar
biasa yang berupa mukjizat-mukjizat. Bahkan kemampuan beliau sampai pada batas
menghidupkan orang-orang mati dengan izin Allah SWT. Begitu juga, beliau
memiliki kemampuan yang luar biasa di mana beliau dengan hanya meniupkan pada
suatu tanah, maka tanah itu terbentuk menjadi burung dan ia terbang dengan izin
Allah SWT. Selain itu, Nabi Isa sama sekali tidak mendekati wanita sepanjang
hidupnya sehingga beliau diangkat oleh Allah SWT. Beliau tidak menikah. Ini
juga sifat malaikat di mana kita saksikan bahwa sebagian para nabi yang diutus
oleh Allah SWT dan memiliki beberapa wanita bahkan kitab-kitab Yahudi
menyebutkan bahwa jumlah istri-istri nabi mereka Sulaiman misalnya, mencapai
seribu wanita.
Isa hidup dalam keadaan tenggelam dalam ibadah seperti anak dari bibinya, yaitu
Yahya. Jika Yahya khusuk beribadah dan tinggal di gunung dan gurun bahkan dia
menginap di gua, maka hal itu adalah hal yang alami baginya, sedangkan Isa
hidup justru di tengah-tengah masyarakat kota. Persoalannya adalah, bukan hanya
Isa tidak terkait hubungan dengan seorang wanita dan bukan hanya
mukjizat-mukjizat yang diperolehnya yang luar biasa yang berhubungan dengan
ruh, tetapi yang lebih dari itu adalah, bahwa beliau didukung oleh ruhul kudus
sepanjang masa dakwahnya. Tentu itu adalah nikmat yang tak seorang pun dari
para nabi sebelumnya diberi. Allah SWT berfirman:
“(Ingatlah), ketika Allah mengatakan: ‘Hai Isa putra Maryam, ingatlah nikmat-Ku
kepadamu dan kepada ibumu di waktu Aku menguatkan kamu dengan roh kudus. Kamu
dapat berbicara dengan manusia di waktu masih dalam buaian dan sesudah dewasa;
dan (ingatlah) di waktu Aku mengajar kamu menulis, hikmah, Taurat, dan Injil,
dan (ingatlah pula) di waktu kamu membentuk dari tanah (suatu bentuk) yang
berupa burung dengan izin-Ku, kemudian kamu meniup padanya, lalu bentuk itu
menjadi burung (yang sebenarnya) dengan seizin-Ku. Dan (ingatlah), waktu kamu
menyembuhkan orang yang buta sejak dalam kandungan ibu dan orang yang
berpenyakit sopak dengan seizin-Ku, dan (ingatlah) di waktu kamu mengeluarkan
orang mati dari kubur (menjadi hidup) dengan seizin-Ku, dan (ingatlah) di waktu
Aku menghalangi Bani Israil (dari keinginan mereka membunuh kamu) di kala kamu
mengemukakan kepada mereka keterangan-keterangan yang nyata, lalu orang-orang
kafir di antara mereka berkata: ‘Ini tidak lain hanya sehir yang nyata.’ Dan
(ingatlah), ketika Aku ilhamkan kepada pengikut Isa yang setia: ‘Berimanlah
kepada-Ku dan kepada rasul-Ku.’ Mereka nienjawab: ‘Kami telah beiiman dan
saksikanlah (wahai rasul) bahwa sesungguhnya kami adalah orang-orang yang patuh
(kepada seruanmu).’.” (QS. Al-Maidah: 110-111)
Ayat-ayat tersebut menyebutkan lima mukjizat Nabi Isa. Pertama, bahwa beliau
mampu berbicara dengan manusia saat beliau masih di buaian. Kedua, beliau
diajari Taurat dan Taurat yang diturunkan kepada Nabi Musa telah tersembunyi
dan telah mengalami perubahan yang dilakukan oleh orang-orang cerdik dari kaum
Yahudi. Ketiga, beliau membentuk tanah seperti burung kemudian meniupkannya
lalu tanah itu menjadi burung. Keempat, beliau mampu menghidupkan orang-orang
yang mati. Kelima, beliau mampu menyembuhkan orang yang buta dan orang yang
belang. Terdapat mukjizat yang keenam yang disebutkan dalam Al-Qur’an al-Karim:
“(Ingatlah), ketika pengikut-pengikut Isa berkata: ‘Hai Isa putra Maryam,
bersediakah Tuhanmu menurunkan hidangan dari langit kepada kami?’ Isa menjawab:
‘Bertakwalah kepada Allah jika betul-betul kamu orangyang beriman.’ Mereka
berkata: ‘Kami ingin memakan hidangan itu dan supaya tenteram hati kami dan
supaya kami yakin bahwa kamu telah berkata benar kepada kami, dan kami menjadi
orang-orang yang menyaksikan hidangan itu.’ Isa putra Maryam berdoa: ‘Ya Tuhan
kami, turunkanlah kiranya kepada kami suatu hidangan dari langit (yang hari turunnya)
akan menjadi hari raya bagi kami yaitu bagi orang-orang yang bersama kami dan
yang datang sesudah kami, dan menjadi tanda bagi kekuasaan-Mu: beri rezekilah
kami dan Engkaulah Pemberi rezeki Yang Paling Utama.’ Allah berfirman: “Sesungguhnya Aku akan menurunkan
hidangan itu kepadamu, barangsiapa yang kafir di antaramu sesudah (turun
hidangan) itu, maka sesungguhnya Aku ahan menyiksanya dengan siksaan yang tidak
pernah Aku timpakan kepada seorang pun di antara umat manusia.” (QS. Al-Maidah: 112-115)
Mukjizat yang keenam itu adalah turunnya makanan dari langit karena permintaan
Hawariyin. Juga terdapat mukjizat yang ketujuh yang terdapat surah Ali ‘Imran
yaitu beliau diberi kemampuan melihat hal-hal yang gaib melalui panca inderanya
meskipun beliau tidak menyaksikannya secara langsung. Oleh karena itu, beliau
memberitahu kepada sahabat-sahabatnya dan murid-muridnya apa yang mereka makan
dan apa yang mereka simpan di rumah-rumah mereka:
“Dan aku kabarkan kepadamu apa yang kamu makan dan apa yang kamu simpan di
rumahmu. Sesungguhnya pada yang demikian itu adalah suatu tanda (kebenaran
kerasulanku) bagimu, jika kamu benar-benar beriman.” (QS. Ali ‘Imran:: 49)
Inilah mukjizat Nabi Isa yang ketujuh yang didahului oleh mukjizat kelahirannya
yang sangat mengagumkan. Beliau lahir tanpa seorang ayah, lalu diikuti mukjizat
berikutnya di mana beliau diangkat dari bumi ke langit ketika penguasa yang
lalim berusaha menyalibnya. Barangkali pembaca akan bertanya-tanya: mengapa
mukjizat-mukjizat seperti ini diperoleh oleh Nabi Isa? Kita mengetahui bahwa
mukjizat adalah hal yang luar biasa yang Allah SWT berikan kepada nabi-Nya.
Tetapi pemberian itu menjadi sempuma jika mukjizat itu disesuaikan dengan
keadaan zaman diutusnya nabi tersebut sehingga mukjizat itu sangat berpengaruh
dalam jiwa kaum dan mampu menggoncangkan hati mereka dan menjadikan mereka
berimana kepada pemilik mukjizat ini. Jadi, mukjizat menjadi suatu hal yang
luar biasa. Oleh karena itu, Allah SWT berkehendak agar mukjizat ini sesuai
dengan zaman diutusnya nabi tersebut.
Jadi, setiap mukjizat yang dibawa oleh rasul selalu berlain-lainan. Nabi Saleh
diutus di tengah-tengah kaum yang melihat bagaimana seekor unta yang melahirkan
dari gunung atau mampu membelah batu-batuan gunung. Sedangkan Nabi Musa diutus
di tengah-tengah kaum yang gemar memainkan sihir sehingga sihir mendapat tempat
istimewa. Oleh karena itu, mukjizat yang dibawa oleh Nabi Musa bentuk lahirnya
seakan-akan menyerupai sihir, tetapi pada hakikatnya ia justru menjatuhkan
sihir. Mukjizat itu berupa tongkat yang menjadi ular dan kemudian ular itu
memakan tongkat-tongkat para tukang sihir.
Lain halnya dengan Nabi Isa, beliau diutus di tengah-tengah kaum materialis
yang mengingkari ruh dan hari kebangkitan. Mereka menduga bahwa manusia hanya
sekadar tubuh tanpa ruh. Mereka adalah kaum yang meyakini bahwa darah makhluk
adalah ruhnya atau jiwanya. Taurat yang ada di tangan Yahudi menyebutkan bahwa
tafsir an-Nafst adalah darah. Disebutkan di dalamnya: “Janganlah engkau memakan
darah dari tubuh manusia karena jiwa setiap tubuh adalah darahnya. “
Nabi Isa diutus di tengah-tengah kaum yang mereka disesatkan oleh falsafah yang
dasarnya mengatakan bahwa penciptaan alam memiliki sumber pertama, seperti
sebab dari akibat. Jadi, alam memiliki wujud yang mendahuluinya. Di
tengah-tengah masa yang niaterialis ini, di mana ruh diingkari, maka secara
logis mukjizat Nabi Isa terkait dengan usaha menunjukkan alam ruhani.
Demikianlah Isa dilahirkan tanpa seorang ayah. Mukjizat ini cukup untuk
membungkam kaum yang mengatakan bahwa alam memiliki sumber pertama. Jelas bahwa
alam tidak memiliki wujud yang mendahuluinya. Kita berada di hadapan Sang
Pencipta yang mengadakan sistem bagi segala sesuatu dan menjadikan sebab bagi
segala sesuatu. Dia menjadikan proses kelahiran anak berasal dari hubungan
laki-laki dan wanita, tetapi Pencipta ini sendiri menciptakan sebab-sebab dan
sebab-sebab itu tunduk kepadanya sedangkan Dia tidak tunduk kepada sebab-sebab
itu. Dengan kehendak-Nya yang bebas, Dia mampu memerintahkan kelahiran anak
tanpa melalui ayah sehingga anak itu lahir. Dan, kelahiran Isa pun terjadi
tanpa seorang ayah. Cukup ditiupkan ruh kepadanya:
“Lalu Kami tiupkan ke dalamnya (tubuhnya)
roh dari Kami dan Kami jadikan dia dan anaknya tanda (kekuasaan Allah) yang
besar bagi semesta alam.” (QS. al-Anbiya’: 91)
Kelahiran Isa membawa mukjizat yang luar biasa yang menegaskan dua hal:
pertama, kebebasan kehendak Ilahi dan ketidak terkaitannya dengan sebab karena
Dia adalah Pencipta sebab-sebab, kedua pentingnya ruh dan menjelaskan
kedudukannya serta nilainya di antara kaum yang hanya mementingkan fisik
sehingga mereka mengingkari ruh. Seandainya kita mengamati sebagian besar
mukjizat Nabi Isa, maka kita akan melihatnya dan mendukung pandangan tersebut.
Misalnya, mukjizat Nabi Isa yang mampu membentuk tanah seperti burung lalu
beliau meniupkannya sehingga tanah itu menjadi burung. Mukjizat ini pun
menguatkan adanya ruh. Semula ia berupa tanah yang bersifat fisik yang tidak
dapat disifati dengan kehidupan tetapi ketika Nabi Isa meniupnya, maka
segenggam tanah itu menjadi burung yang memiliki kehidupan, Sungguh sesuatu
yang bukan fisik masuk ke dalamnya. Sesuatu itu adalah ruh. Ruh itu masuk ke
dalam tanah sehingga ia menjadi burung. Jadi, ruh adalah nilai yang hakiki,
bukan jasad atau fisik. Di samping itu, juga ada mukjizat menghidupkan
orang-orang yang mati. Bukankah ini juga menunjukkan adanya ruh dan adanya hari
akhir atau hari kebangkitan. Orang yang mati telah ditelan oleh bumi di mana
anggota tubuhnya telah hancur berantakan sehingga ia hampir menjadi
tulang-belulang yang hancur lalu al-Masih memanggilnya dan tiba-tiba dia hidup
kembali dan bangkit dari kematiannya.
Seandainya orang yang mati hanya berupa fisik sebagaimana dikatakan orang-orang
Yahudi, maka ia tidak akan mampu bangkit dari kematiannya karena fisiknya telah
hancur tetapi mayit itu mampu bangkit dari kematian. Jasadnya kembali hidup dan
ia bangkit dari kuburannya serta berbicara. Jadi, ruh adalah nilai yang hakild.
bukan fisik atau jasad. Kalau begitu, di sana terdapat hari kebangkitan dan
hari kiamat. Hal ini bukanlah mustahil sebagaimana yang dikatakan orang-orang
Yahudi, karena setelah kematian jasad menjadi tanah yang berterbangan di udara.
Itu bukan mustahil tetapi mungkin-mungkin saja. Dalil dari hal itu adalah,
kebangkitan orang-orang yang telah mati di hadapan mata kepala mereka sendiri.
Nabi Isa telah menghidupkan mereka agar kaumya vakin bahwa kiamat fisik akan
terjadi dari kematian dan itu adalah benar dan bahwa hari akhir adalah benar.
Juga terdapat mukjizat yang lain, yaitu beliau mampu memberi tahu kaumnya
tentang apa yang mereka simpan di rumah-rumah mereka, tanpa terlebih dahulu
beliau masuk ke rumah mereka atau dapat bocoran dari seseorang. Mukjizat ini
menetapkan bahwa panca indera bukanlah nilai yang hakiki. Nabi Isa tidak
melihat apa yang ada di rumah mereka tetapi ruhnya mampu untuk melihat dan
berbicara atau memberitahu mereka. Jadi, ruhani adalah nilai yang hakiki, bukan
fisik. Demikianlah mukjizat-mukjizat Isa datang untuk memberitahukan pentingnya
ruh dan kebebasan kehendak Ilahi. Mukjizat-mukjizat Nabi Isa—sebagaimana
dikatakan oleh guru kami Muhammad Abu Zahra’—termasuk dari jenis propagandanya
dan sesuai dengan tujuan risalahnya, yaitu dakwah untuk mendidik ruhani dan
keimanan kepada hari kebangkitan dan hari kemudian, dan di sana ada kehidupan
lain di mana seseorang yang berbuat baik akan dibalas kebaikannya dan orang
yang berbuat buruk akan dibalas keburukannya.
Lalu, apakah mukjizat menghidupkan orang-orang yang mati masih memberikan celah
kepada para pengingkar akhirat untuk terus mengingkarinya atau memberikan
ruangan kepada penentang hari kebangkitan untuk meneruskan penentangannya? Kami
telah mengatakan bahwa orang-orang Yahudi telah diracuni dengan pikiran
ketidakpercayaan atau penentangan pada hari akhirat serta tidak beriman kepada
hari akhir, maka menghidupkan orang-orang yang mati yang dibawa atau dikuasai
oleh Isa menjadi suatu pukulan telak bagi mereka yang membuat mereka beriman,
tetapi mereka masih menentang tanda-tanda kebesaran Allah.
Nabi Isa menutup lembaran kehidupannya yang lembut dan dan ia mulai berdakwah
di jalan Allah. Beliau didukung oleh ruhul kudus dan mukjizat-mukjizat yang
luar biasa. Al-Qur’an al-Karim menceritakan kepada kita bahwa esensi dakwah
al-Masih tidak banyak berubah dari esensi dakwah para nabi sebelumnya, yaitu
menyuarakan Islam yang intinya adalah menebarkan tauhid yang sempurna hanya
serta menyerahkan diri kepada Allah: “Sembahlah Allah, Tuhanku dan Tuhan
kalian.”
Al-Qur’an memberitahu kita bahwa yang mengatakan kalimat tersebut adalah Isa.
Kalimat tersebut adalah kalimat yang sama yang pernah disampaikan seluruh nabi,
meskipun nama mereka, sifat mereka, mukjizat mereka, baju mereka, bahasa
mereka, usia mereka, bentuk mereka, dan warna kulit mereka tidak sama. Mereka
semua bersepakat untuk menyuarakan Islam dan hanya menyerahkan diri kepada
Allah SWT serta beriman bahwa Allah SWT adalah Tuhan mereka dan Tuhan alam
semesta. Tiada sekutu bagi-Nya dan tiada yang setara dengan-Nya. Dia Maha Esa
yang tidak beranak dan tidak diperanakkan dan tiada sesuatu pun yang
menyerupai-Nya.
Isa tidak mengatakan persoalan tauhid lebih banyak atau lebih sedikit dari apa
yang pemah disampaikan oleh para nabi. Al-Qur’an datang kira-kira setelah lima
ratus tahun dari pengangkatan Nabi Isa. Allah SWT, melalui ilmu-Nya yang azali
mengetahui apa yang terjadi di tengah-tengah kaum Masehi di mana mereka
berselisih tentang hakikat Isa. Oleh karena itu, Al-Qur’an al-Karim berusaha
menyingkap dialog mereka yang belum terjadi. Allah SWT berfirman:
“Dan (ingatlah) ketika Allah berfirman:
‘Hai Isa putra Maryam, adakah kamu mengatakan kepada manusia: ‘Jadikanlah aku
dan ibuku dua orang tuhan selain Allah?’ Isa menjawab: ‘Maha Suci Engkau,
tidaklah patut bagiku mengatakan apa yang bukan hakku (mengatakannya). Jika aku
pernah mengatakannya, maka tentulah Engkau telah mengetahuinya. Engkau
mengetahui apa yang ada pada diriku dan aku tidak mengetahui apa yang ada pada
diri Engkau. Sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui perkara yang gaib. Aku tidak
pernah mengatakan kepada mereka kecuali apa yang Engkau perintahkan kepadaku
(mengatakannya) yaitu: ‘Sembahlah Allah, Tuhanku, dan Tuhanmu,’ dan aku menjadi
saksi terhadap mereka selama aku berada di antara mereka. Maka setelah Engkau
wafatkan aku, Engkaulah yang mengawasi mereka. Dan Engkau adalah Maha
Menyaksikan atas segala sesuatu.’.” (QS.Al-Maidah: 116-117)
Al-Qur’an secara tegas mengatakan bahwa dakwah al-Masih adalah dakwah tauhid.
Al-Qur’an ingin mengatakan bahwa al-Masih terlepas dari segala tuduhan yang
dialamatkan kepadanya, yaitu tuduhan bahwa ia anak Tuhan atau ia justru tuhan
itu sendiri. “Aku tidak pernah mengatakan kepada mereka kecuali apa yang Engkau
perintahkan kepadaku (mengatakannya) yaitu: ‘Sembahluh Allah, Tuhanku, dan
Tuhanmu.”
Nabi Isa pergi berdakwah di jalan Allah SMT. Inti dakwahnya adalah, bahwa tidak
ada perantara antara Pencipta dan makhluk; tidak ada perantara antara seorang
penyembah dan yang disembah. Allah SWT menurunkan kitab Injil kepada Nabi Isa.
Ia adalah kitab suci yang datang untuk membenarkan Taurat dan berusaha
menghidupkan syariatnya yang pertama. Injil adalah cahaya, petunjuk, dan
peringatan bagi orang-orang yang bertakwa. Nabi Isa ingin meluruskan tafsiran
orang-orang Yahudi terhadap syariat di mana mereka menyampaikan tafsir dari
syariat itu secara harfiah dan sesuai dengan kepentingan mereka. Nabi Isa
menenangkan orang-orang yang yang menjaga syariat bahwa ia tidak datang untuk
menghilangkan syariat, tetapi ia datang untuk menyempurnakannya dan menyelesaikan
tugas para nabi. Namun Isa lebih menekankan pada penafsiran esensinya, bukan
kepada bentuk lahiriahnya.
Nabi Isa memberi pengertian kepada orang-orang Yahudi bahwa sepuluh wasiat yang
dibawa oleh Isa mengandung makna-makna yang lebih dalam dari apa yang mereka
bayangkan. Wasiat yang keenam bukan hanya melarang pembunuhan materi,
sebagaimana yang mereka pahami tetapi juga menyangkut penindasan dan usaha
rnencelakakan orang lain. Sedangkan wasiat yang ketujuh bukan hanya melarang
zina (dalam pengertian terjadinya hubungan antara laki-laki dengan perempuan
melalui cara-cara yang tidak sah), tetapi zina berarti segala bentuk perbuatan
yang menjurus kepada dosa. Misalnya, ketika mata diarahkan kepada lawan jenis
disertai syahwat dan hasrat seksual, maka itu pun berarti zina. Nabi Isa
berkata: “Sesungguhnya lebih baik bagi manusia untuk menghindarkan matanya dari
sesuatu yang dapat menghancurkannya daripada ia harus hancur dengan mata itu
sendiri. Syariat yang dibawa oleh Isa melarang untuk melanggar sumpah dan janji
Nabi Isa memberi pengertian kepada kaumnya bahwa hendaklah mereka tidak
melakukan sumpah palsu karena merupakan “kesalahan besar jika nama Allah dibuat
main-main di atas mulut-mulut manusia.” (Injil Mata 21 sampai 48).
Dakwah Nabi Isa juga berbenturan dengan arus materialisme yang sangat
mendominasi masyarakat saat itu. Oleh karena itu, beliau mengingatkan manusia
dari perbuatan munaflk, pamrih, tamak, dan gila pujian. Begitu juga beliau
mengingatkan mereka dari sifat rakus terhadap kekayaan dunia; beliau
mengingatkan agar jangan sampai mereka menimbun harta di dunia. Yakni, hendak
lah mereka tidak memfokuskan perhatian mereka pada urusan-urusan duniawi semata
yang sifatnya tidak abadi. Tetapi hendaklah rnereka memfokuskan perhatian
mereka pada hal-hal yang bersifat samawi (ukhrawi) karena itu bersifat abadi.
Nabi Isa memberitahu kepada masyarakatnya agar mereka menjadi orang-orang yang
teliti saat memilih gaya hidup mereka karena pada gilirannya akal mereka akan
menjadi cermin darinya. Kecenderungan manusia itu terkait kuat dengan hatinya.
Jika hati tertuju kepada cahaya langit, maka kehidupan manusia akan tampak
bersinar tetapi jika hati tertuju pada kegelapan dunia, maka kehidupannya pun
tampak gelap. Nabi Isa mengingatkan kaumnya dari sikap pamrih dan cinta dunia.
Beliau mengajak mereka untuk teliti dalam memilih majikan yang mereka mengabdi
kepadanya karena manusia tidak dapat mengabdi kepada dua majikan dalam satu
waktu. Boleh jadi ia akan menjadikan harta sebagai majikannya, atau boleh jadi
ia akan menjadikan Allah SWT sebagai tuannya. Jika ia menyembah harta, maka
berarti ia jauh dari penyembahan terhadap Tuhannya. Oleh karena itu, hendaklah
manusia menjauhi dunia, seperti makanan dan pakaian di mana mereka akan
dikuasai oleh kegelisahan dan ketidaktenangan serta keraguan tentang penjagaan
Allah SWT kepada mereka. Allah SWT telah berjanji untuk memenuhi kebutuhan
hamba-hamba-Nya dalam kehidupan. Ketika timbul kegelisahan dan keraguan pada
diri mereka, maka itu dikarenakan keraguan mereka terhadap penjagaan Allah SWT
dan ketidakpercayaan mereka kepada janji-janjinya dan rahmat-Nya serta
bimbingan-Nya. Allah SWT-lah yang menciptakan mereka dan Dia pula yang menjamin
kehidupan mereka dan melindungi mereka. Bahkan Dia juga melindungi makhluk yang
paling kecil urusannya seperti burung di langit dan kumbang-kumbang di kebun.
Nabi Isa memberitahu kaumnya bahwa hanya memperhatikan dunia adalah hal yang
salah, yang tidak pantas dilakukan oleh orang-orang yang beragama. Itu adalah
sikap para penyembah berhala karena penyembah berhala tidak mengetahui apa yang
lebih baik darinya, sedangkan orang-orang yang beragama mengetahui bahwa di
sana terdapat bimbingan Ilahi yang mengajak mereka untuk percaya kepada Allah
SWT dan tidak begitu peduli dengan dunia. Allah SWT mengetahui
kebutuhan-kebutuhan mereka lebih daripada apa yang mereka ketahui; Allah SWT
akan melindungi mereka dan akan menjamin kehidupan mereka. Karena itu, yang
layak bagi mereka adalah, hendaklah mereka memohon agar diberi kekuasaan Allah
SWT dan kebaikan dari-Nya. Yakni kehidupan ruhani dan apa yang dikandungnya
dari kebahagiaan abadi.
Di samping itu, Nabi Isa menasihati mereka agar jangan terlalu pusing dengan
kejadian-kejadian yang akan datang dan persoalan-persoalan esok hari karena
esok hari sudah berjalan sebagaimana mestinya. Jika kebutuhan dan penderitaan
datang silih berganti, maka bantuan dan perlindungan Ilahi pun terus datang
silih berganti. Dakwah Nabi Isa juga berbenturan dengan dualisme yang tumbuh di
tengah-tengah masyarakat. Kita saksikan sebagaimana mereka suka mendapatkan
kebaikan yang ditujukan kepada diri mereka, maka mereka pun biasa untuk
melakukan kejahatan kepada orang-orang lain. Demikianlah, kehidupan orang-orang
Yahudi dicemari sikap dualisme ini. Nabi Isa mewasiatkan kepada manusia agar
mereka memperlakukan sesama mereka sesuai dengan akidah yang mengatakan:
“Perlakukanlah orang lain sebagaimana engkau memperlakukan dirimu sendiri”
Nabi Isa terus melangsungkan dakwahnya dan mengajak manusia untuk menyembah
Allah SWT serta tidak menyekutukan-Nya, sebagaimana beliau juga mengajak
manusia untuk membersihkan dan menyudkan ruhani serta hati dan berasaha
memasuki kerajaan langit. Dakwah Nabi Isa itu sangat memukul kalangan para
pendeta Yahudi. Kalimat-kalimat yang dilontarkan Nabi Isa bagaikan senjata yang
siap menerpa wajah mereka dan menyatakan peperangan terhadap mereka serta
menyingkap kedok kemunafikan mereka. Mula-mula pemerintahan Romawi tidak turut
campur dalam masalah tersebut karena mereka melihat bahwa itu hanya sekadar
perselisihan internal antara kelompok-kelompok Yahudi. Bagi mereka, selama
orang-orang Yahudi sibuk dengan masalah mereka sendiri dan tidak peduli dengan
kekuasaan, mereka pun tidak turut campur.
Kemudian para pendeta Yahudi mulai merancang suatu persekongkolan untuk
menyingkirkan Isa. Mereka ingin mengusir Isa dan membuktikan bahwa Isa datang
untuk menghancurkan syariat Musa. Syariat Musa memutuskan untuk merajam wanita
yang berzina. Para pendeta Yahudi menghadirkan wanita yang salah yang berhak
dirajam. Mereka berkumpul di sekeliling Isa dan bertanya kepadanya: “Tidakkah
syariat menetapkan untuk merajam wanita yang bersalah?” Isa menjawab: “Benar,”
Mereka berkata: “Ini adalah wanita yang bersalah.” Isa memandang wanita itu dan
ia pun melihat para pendeta Yahudi. Isa mengetahui bahwa para pendeta Yahudi
lebih banyak kesalahannya daripada wanita tersebut. Para pendeta itu
menunggujawaban Isa. Jika ia mengatakan bahwa wanita itu tidak berhak dibunuh,
maka berarti ia menentang syariat Musa, dan jika ia mengatakan bahwa ia berhak
dibunuh, maka ia justru menghancurkan dirinya sendiri yang membawa syariat
cinta dan toleransi. Nabi Isa memahami bahwa ini adalah persekongkolan. Beliau
tersenyum dan wajahnya tampak bercahaya. Kemudian beliau melihat para pendeta Yahudi
dan wanita itu sambil berkata: “Barangsiapa di antara kalian yang tidak
memiliki kesalahan, maka hendaklah ia merajam wanita itu.”
Suara beliau yang keras itu memecahkan keheningan tempat penyembahan. Beliau
menetapkan peraturan baru yang berhubungan dengan hukum yang dijatuhkan kepada
orang yang ber-buat salah. Hendaklah orang yang tidak berbuat salah menghukum
orang yang salah dan tidak berhak seseorang pun dari kalangan manusia untuk
menghukum orang yang bersalah jika ia sendiri bersalah, tetapi yang
menghukumnya adalah Allah SWT yang Maha Suci dan Maha Tinggi dan Allah SWT
adalah Maha Pengasih di antara yang mengasihi.
Nabi Isa keluar dari tempat penyembahan itu. Tiba-tiba, wanita itu mengejar
dari belakangnya. Lalu wanita itu mengeluarkan dari pakaiannya satu botol dari
minyak yang berharga. Ia berdiri di depan Isa dan menjatuhkan dirinya di atas
kedua kaki Isa lalu menciumnya dan membasuhnya dengan minyak wangi dan air
mata. Setelah itu, ia mengeringkan kedua kakinya dengan rambutnya. Bagi wanita
itu, al-Masih mempakan harapan terakhir yang dapat menyelamatkannya. Lalu
keluarlah dari belakang Isa seorang tokoh pendeta Yahudi. Ia berdiri
menyaksikan pemandangan tersebut dan ia merasa kagum terhadap kasih sayang Isa.
Isa melihat kepadanya dan bertanya; “Seorang kreditor yang memiliki dua orang
debitor, salah satunya berhutang lima ratus dinar dan yang lain lima puluh
dinar.” Pendeta itu berkata: “Ya.” Isa berkata: “Tak seorang pun dari mereka
berdua yang merniliki uang yang cukup untuk melunasi uangnya. Lalu si kreditor
memaafkan mereka dan membebaskan mereka dari hutang.” Pendeta berkata: “Ya.”
Kemudian Isa bertanya: “Siapa di antara mereka yang paling senang kepada
kreditor itu?” Pendeta menjawab: “Tentu yang berhutang lebih besar.” Isa
berkata: “Benar apa yang engkau ucapkan. Lihadah wanita ini. Aku telah masuk ke
rumahmu tetapi engkau tidak memberikan kepadaku air agar aku dapat membasuh
wajahku, tetapi wanita itu membasuh kedua kakiku dengan air mata lalu ia
mengusapnya dengan rambut kepalanya. Begitu juga engkau tidak memberikan ciuman
kepadaku tetapi wanita ini tidak merasa puas dengan hanya mencium kedua kakiku.
Jadi, hatimu sungguh sangat keras tetapi hati wanita itu dipenuhi dengan rasa
cinta. Maka barangsiapa yang banyak mencintai niscaya kesalahan-kesalahannya
akan diampum.” Kemudian Isa menoleh ke wanita itu dan memerintahkannya untuk
bangkit dari tanah sambil berkata: “Ya Allah, ampunilah wanita ini dan
hilangkanlah kesalahan-kesalahannya.”
Nabi Isa berusaha menyadarkan para pendeta Yahudi bahwa para dai yang menyeru
di jalan Allah SWT bukanlah algojoalgojo yang bengis yang menerapkan hukum
syariat tanpa melihat keadaan masyarakat yang bersalah, tetapi mereka datang
dan membawa ajaran Allah SWT yang merupakan ajaran yang penuh dengan rahmat
kepada manusia. Jadi, rahmat adalah tujuan semua dakwah Ilahi ini. Bahkan
diutusnya para nabi itu sendiri mengandung rahmat Allah SWT terhadap kaum
mereka.
Isa terus berdoa kepada Allah SWT agar merahmati kaumnya. Beliau menyuruh
kaumnya agar menyayangi diri mereka sendiri dan beriman kepada Allah SWT.
Kehidupan Nabi Isa menggambarkan kezuhudan dan ketaatan dalam ibadah. Mu’tamar
bin Sulaiman berkata, sebagaimana diri wayatkan Ibnu ‘Asakir: “Nabi Isa menemui
kaumnya dengan memakai pakian dari wol. Beliau keluar dalam keadaan tidak
beralas kaki sambil menangis serta wajahnya tampak pucat karena kelaparan dan
bibimya tampak kering karena kehausan. Nabi Isa berkata, “salam kepada kalian
wahai Bani Israil. Aku adalah seseorang yang meletakkan dunia di tempatnya
sesuai dengan izin Allah SWT, tanpa bermaksud membanggakan diri. Apakah kalian
mengetahui di mana rumahku?” Mereka menjawab: “Di mana rumahmu wahai Ruhullah?”
Nabi Isa menjawab: “Rumahku adalah mesjid, wewangianku adalah air makananku
adalah rasa lapar, pelitaku adalah bulan di waktu malam dan salatku di waktu
musim dingin di saat matahari terletak di timur, bungaku adalah tanaman-tanaman
bumi, pakaianku terbuat dari wol, syiarku adalah takut kepada Tuhan Yang Maha
Mulia, teman-temanku adalah orang-orang yang fakir, orang-orang yang sakit, dan
orang-orang yang miskin. Aku memasuki waktu pagi dan aku tidak mendapati
sesuatu pun di rumahku begitu juga aku memasuki waktu sore dan aku tidak
menemukan sesuatu pun di rumahku. Aku adalah seseorang yang jiwanya bersih dan
tidak tercemar. Maka siapakah yang lebih kaya daripada aku?”
Isa terus melakukan dakwahnya. Ia didukung oleh mukjizat dari Allah SWT. Nabi
Isa mampu membuat bentuk burung dari tanah kemudian ia meniupnya, maka tanah
itu menjadi burung dengan izin Allah SWT. Selain itu, ujung bajunya yang
sederhana jika tersentuh orang yang sakit, maka orang itu akan sembuh. Bahkan
jika Isa meletakkan tangannya di atas mata orang yang buta atau orang yang
terkena sakit belang niscaya ia akan sembuh. Jadi, Nabi Isa didukung oleh
mukjizat yang luar biasa. Bahkan beliau mampu menghidupkan orang-orang yang
mati dari kuburan mereka sehingga mereka keluar dalam keadaan hidup dengan izin
Allah SWT.
Para ahli tafsir mengatakan bahwa Nabi Isa menghidupkan empat orang. Pertama,
al-Azir yaitu temannya. Kemudian dua orang anak laki-laki dari seorang tua, dan
seorang anak perempuan satu-satunya dari seorang ibu. Mereka adalah tiga orang
yang mati di zaman Nabi Isa. Ketika orang-orang Yahudi melihat hal tersebut,
mereka berkata: “Engkau menghidupkan orang-orang yang mati dan kematian mereka
tidak lama .Barangkali mereka tidak mati tapi mereka sekadar mengalami keadaan
tidak sadarkan diri atau mati suri. Lalu mereka meminta kepada Nabi Isa untuk
membangkitkan Sam bin Nuh dari kematiannya.
Para ahli tafsir mengatakan bahwa Nabi Isa bertanya kepada mereka, “Di manakah
kaum kuburan Sam bin Nuh?” Mereka keluar bersama Isa sehingga mereka mencapai
kuburan. Lalu Nabi Isa berdoa kepada Allah SWT agar menghidupkan orang yang
mati di situ. Sam bin Nuh keluar dari kuburannya, dan rambut dikepala-nya
tampak beruban. Isa berkata kepadanya: “Bagaimana rambut di kepalamu bisa
beruban, sementara di zamanmu kau tidai. ada uban,” Sam berkata: “Ya Ruhullah,
aku mendengar engkau berdoa untukku lalu aku mendengar suara yang mengatakan,
aku akan mengabulkan wahai Ruhullah. Aku mengira bahwa kiamat telah tiba.
Karena takutnya kepada hal itu sehingga rambut di kepalaku beruban.”
Apa pun yang dikatakan berkaitan dengan cerita itu yang menyebutkan tentang
bagaimana Nabi Isa menghidupkan orang-orang yang mati, namun kita tidak
mengetahui konteks Al-Qu’ran serta perincian-perincian yang menjelaskan hal
tersebut. Allah SWT hanya menyebutkan bahwa Isa menghidupkan orang-orang yang
mati dengan izin-Nya. Kita percaya bahwa Nabi Isa mampu menghidupkan mereka
tetapi kita tidak mengetahui apakah mereka mati kembali setelah dihidupkan atau
mereka sempat menjalani kehidupan selama beberapa saat. Nabi Isa terus berjalan
di jalan Allah SWT. Beliau membuat bagi mereka apa yang disebut dengan hukum
ruh. Beliau menaiki gunung dan para sahabat-sahabatnya berdiri di sekitarnya.
Nabi Isa melihat orang-orang yang beriman kepadanya yang terdiri dari
orang-orang yang fakir, orang-orang yang menderita, dan orang- orang yang sedih.
Jumlah mereka sedikit sebagaimana lazimnya jumlah para pengikut nabi.
Gunung diliputi dengan awan tipis dan turunlah hujan gerimis. Isa mulai
berbicara: “Sungguh beruntung bagi orang-orang miskin karena mereka memiliki
kerajaan langit. Beruntunglah orang-orang yang sedih karena mereka akan menjadi
orang-orang yang mulia. Beruntunglah yang diserahi amanat karena mereka akan
mewarisi bumi. Beruntunglah orang-orang yang lapar dan haus karena mereka akan
dikenyangkan. Beruntunglah orang-orang yang menyayangi karena mereka akan
disayangi. Beruntunglah orang-orang yang bersih hatinya karena mereka akan
melihat Allah SWT. Beruntunglah orang-orang yang tertindas demi mempertahankan
kebenaran karena mereka akan mendapatkan kerajaan langit. Kalian adalah garam
bumi jika garam telah rusak, maka siapa gerangan yang dapat mengembalikannya
menjadi garam kembali.” Renungkanlah kedalaman ungkapan dari Nabi Isa, “kalian
adalah garam bumi.”
Garam adalah sesuatu yang memberikan rasa yang khusus dan tanpa garam makanan
akan menjadi hambar. Yakni, tanpa orang-orang mukmin, maka cita rasa kehidupan
terasa tidak bermakna; tanpa kehadiran orang-orang Muslim dan perbuatan mereka
yang ikhlas terhadap Allah SWT akan tampak kehidupan sangat berat dan tidak
berarti. Di samping itu, kehadiran manusia sebagai khalifah Allah SWT di muka
bumi pun sia-sia, dan keagungan manusia sebagai hamba Allah SWT pun tidak
bermakna, dan pada gilirannya kehidupan akan dipenuhi dengan kejahatan dan
keburukan.
Allah SWT teiah mewahyukan kepada “garam bumi” agar mereka beriman kepada Nabi
Isa. Allah SWT berfirman:
“Dan (ingatlah), ketika Aku ilhamkan kepada pengikut-pengikut Isa yang setia:
‘Berimanlah kamu kepada-Ku dan kepada rasul-Ku.’ Mereka menjawab: ‘Kami telah
beriman dan saksikanlah (wahai rasul) bahwa sesungguhnya kami adalah
orang-orang yang patuh (kepada seruanmu).’.” (QS. al-Maidah: 111)
Al-Hawariyin mengakui kebenaran ajaran Nabi Isa dan mereka menyatakan keislaman
kepadanya, sebagaimana ratu Saba’ mengakui kebenaran ajaran Nabi Sulaiman dan menyatakan
keislaman padanya, dan sebagaimana semua para nabi menyatakan keislaman.
Hakikat ajaran para nabi terbatas kepada pernyataan keislaman dan semua nabi
menyeru kepada jalan tauhid dan jalan Islam. Islam dalam pandangan kami
memiliki makna yang lebih dalam daripada tauhid. Pengakuan seseorang terhadap
Allah SWT dan keimanan akan keesaan-Nya dalam menciptakan makhluk tidak
mencegah orang itu untuk berbuat dosa, sedangkan keislaman atau penyerahan hati
dan anggota badan serta pemikiran kepada Allah SWT merupakan suatu tingkatan
sedikit lebih tinggi. Ini adalah tingkat kepatuhan orang-orang yang patuh dan
puncak ketauhidan orang-orang yang bertauhid. Itu adalah keserasian antara
tindakan dengan pikiran, yaitu usaha manusia untuk menghindari kesalahan dan
memurnikan amal hanya untuk Allah SWT. Al-Qur’an al-Karim memberitahu kita
bahwa Allah SWT menyampaikan wahyu kepada al-Hawariyin agar mereka beriman
kepadanya dan kepada Rasul-Nya Isa.
Marilah kita renungkanlah sejenak tentang wahyu Allah SWT terhadap Hawariyin.
Kita mengetahui bahwa Allah SWT mewahyukan kepada manusia dan kepada
makhluk-makhluk lainnya. Allah SWT berfirman:
“Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu mewahyukan
kepada lebah…” (QS. an-Nahl: 68)
Yang dimaksud dengan wahyu di sini adalah memberikan ilham kepada makhluk agar
mereka menuju ke jalan fitrahnya yang telah Allah SWT gariskan di atasnya
sehingga mereka mencapai jalan kesempurnaan. Tidakkah Anda ingat tentang
jawaban Nabi Musa terhadap pertanyaan Fira’un:
“Fir’aun berkata: ‘Siapakah Tuhan kamu
berdua wahai Musa.’.” (QS. Thaha: 49)
“Musa berkata: ‘Tuhan kami ialah (Tuhan) yang telah memberikan kepada tiap-tiap
sesuatu bentuk kejadiannya kemudian memberinsa petunjuk.” (QS. Thaha: 50)
Makna di sana dan di sini sama. Makna yang sama tersebut diterapkan kepada kaum
Hawariyin di mana wahyu Allah SWT terhadap mereka berupa pemberian ilham kepada
mereka demi kebaikan mereka dan kebahagiaan mereka, dan wahyu ini tidak
bertentangan dengan ikhtiar mereka dan usaha mereka serta keinginan mereka,
bahkan tidak bertentangan dengan kebebasan mereka. Allah SWT telah melihat hati
mereka yang dipenuhi dengan kebaikan. Dia melihat mereka sebagai garam bumi,
maka Allah SWT mewahyukan kepada mereka agar beriman kepadanya dan rasul-Nya
sehingga mereka pun beriman dan mereka pun bersaksi bahwa mereka orang-orang
yang berserah diri atau Muslim.
Tampaknya kaum Hawariyin menyembunyikan keimanan mereka sehingga Isa merasakan
kekufuran kaumnya semakin menjadi-jadi lalu Isa memanggil mereka: “Siapakah di
antara kalian yang menolong aku menuju jalan Allah SWT?” Allah SWT berfirman:
“Maka tatkala Isa mengetahui keingkaran dari mereka (Bani Israil) berkatalah
dia: ‘Siapakah yang akan menjadi penolong-penolongku untuk menegakkan (agama)
Allah?’ Para Hawariyin (sahabat-sahabat setia) menjawab: ‘Kamilah
penolong-penolong (agama) Allah. Kami beriman kepada Allah; dan sahsikanlah
bahwa sesungguhnya kami adalah orang-orang yang menyerahkan diri. Ya Tuhan
kami, kami telah beriman kepada apa yang telah Engkau turunkan dan telah kami ikuti
rasul, karena itu masukkanlah kami ke dalam golongan orang-orang yang menjadi
saksi.’.” (QS. Ali ‘Imran: 52-53)
Nas Al-Quran menunjukkan bahwa Nabi Isa mengajak mereka untuk mengikuti Islam
sehingga mereka pun berserah diri; nas Al-Quran menegaskan bahwa Nabi Isa
menyampaikan kabar gembira dengan kedatangan seorang rasul yang datang
setelahnya yang bernama Ahmad. Dikatakan dalam Al-Qur’an:
“Dan (ingatlah) ketika Isa putra Maryam berkata: ‘Hai Bani Israil, sesungguhnya
aku adalah utusan Allah kepadamu, membenarkan kitab yang turun sebelumku, yaitu
Taurat dan memberi kabar gembira dengan (datangnya) seorang rasul yang akan
datang sesudahku, yang namanya Ahmad (Muhammad).’ Maka tatkala rasul itu datang
kepada mereka dengan membawa bukti-bukti yang nyata, mereka berkata: ‘Ini
adalah sihir yang nyata.’.” (QS. Shaff: 6)
Kita tidak mengetahui secara pasti kapan Nabi Isa menyampaikan kabar berita
tentang kedatangan seorang rasul ini yang datang setelah masanya, yaitu Ahmad
saw. Apakah kabar berita itu beliau sampaikan dipermulaan pengutusannya kepada
manusia, atau apakah beliau menyampaikan kabar itu pada akhir masa dakwahnya
dan sebelum beliau diangkat ke langit? Tetapi melihat konteks Al-Qur’an
tampaknya kabar berita tersebut itu disampaikan di permulaan dakwahnya,
sebagaimana firman-Nya: “Maka tatkala rasul itu datang kepada mereka dengan
membawa bukti-bukti yang nyata, mereka berkata: ‘lni adalah sihir yang nyata.‘”
Kata ganti (dhamir) dalam ayat tersebut kembali kepada Nabi Isa. Ayat tersebut
menunjukkan bahwa Nabi Isa menyampaikan kabar gembira dengan datangnya Muhammad
atau Ahmad ketika Allah SWT mengutus kepada kaumnya. Kemudian terjadilah di
hadapan Nabi Isa berbagai macam mukjizat yang luar biasa seperti penghidupan
orang yang mati, peniupan tanah, dan sebagainya. Ketika Nabi Isa datang membawa
bukti-bukti yang jelas ini, maka mereka menuduhnya bahwa ia membawa sihir. Nabi
Isa mengetahui bahwa tuduhan semacam ini telah dialamatkan kepada sebagian
besar para nabi sebelumnya. Beliau juga mengetahui bahwa nabi yang terakhir pun
akan mendapatkan tuduhan yang sama. Oleh karena itu, nabi yang mulia itu tetap
berdakwah di jalan Allah SWT dan tidak peduli dengan tuduhan kaumnya yang
mengatakan bahwa beliau membawa sihir.
Kemudian pertentangan antara Nabi Isa dan Bani Israil semakin meningkat. Mereka
adalah orang-orang yang hatinya keras, yang membeku di hadapan kebenaran. Isa
datang kepada mereka dan menghancurkan segala pemikiran mereka dan kehidupan
mereka serta sistem mereka. Sesungguhnya dakwah Nabi Isa terfokus kepada
kebenaran, kedamaian dan keadilan dan pada saat yang sama mengumumkan
peperangan terhadap kehidupan orang-orang yang lalim yang telah menjauhi
kebenaran. keadilan, dan kedamaian. Injil Mata menyebutkan melalui lisan Isa:
“Jangalah kalian mengira bahwa aku membawa kedamaian ke muka bumi. Aku tidak
datang hanya membawa kedamaian tetapi aku datang membawa pedang.”
Kalimat tersebut menyiratkan hakikat yang penting dari hakikat dakwah para
nabi. Para nabi adalah pejuang sejati di mana senjata yang mereka gunakan di
medan peperangan beraneka ragam. tetapi mereka pada hakikatnya adalah pejuang.
Mereka memulai peperangan mereka dengan satu pemikiran yaitu suatu tekad
mengatakan bahwa tiada Tuhan selain Allah SWT. Pemikiran itu tentu berbenturan
dengan kepercayaan akan tuhan-tuhan yang diyakini oleh manusia, baik
tuhan-tuhan yang terbuat dari emas atau batu. Pemikiran itu sangat mengganggu
ketenangan orang-orang yang lalim atau penguasa yang bengis serta sangat
melawan kepentingan mereka, sehingga para raja dan para penguasa seperti
biasanya bergerak menentang nabi kecuali orang yang mendapatkan petunjuk dari
Allah SWT. Para pembesar dari kalangan kaum nabi menentang nabi. Al-Mala’
adalah para pembesar sebagaimana telah kami jelaskan dalam kisah Nabi Nuh dan
sesudahnya. Kemudian Nabi terus melangsungkan peperangan mewujudkan tekadnya:
Nabi meletakkan dasar peperangannya dengan menyampaikan ketuhanan Allah SWT.
Setelah meneguhkan dasar yang kuat ini, Nabi menetapkan keadilan. Tak seorang
pun berhak untuk menghinakan seseorang atau menjadikannya sebagai budak karena
penghambaan hanya pantas ditujukan kepada Allah SWT. Manusia adalah sama di
antara mereka sehingga tidak berhak seseorang untuk memanfaatkan kekuatan
manusia untuk membangun kejayaan pribadinya atau unruk memperkaya dirinya
dengan merugikan orang lain, atau menghancurkan hak-hak mereka atau berbuat
buruk terhadap mereka dalam berbagai bentuknya. Jadi, inti dakwah para nabi
berarti mengganti dan mengubah sistem yang rusak yang didirikan oleh para pembesar
kaumnya. Kalau begitu, ia adalah dakwah yang menyatakan peperangan dan karena
itu seseorang nabi harus membava senjata. Setelah meneguhkan pemikiran
tersebut, dimulailah peperangan. Seorang nabi menggunakan pedang. Ia berlindung
di balik senjata dan senjata yang dimiliki oleh setiap nabi berbeda-beda.
Mula-mula seorang nabi tidak menggunakan senjata apa pun dalam peperangannya
selain berusaha untuk membangkitkan akal. Lalu peperangan semakin meningkat
sehingga nabi terpaksa untuk menggunakan senjata. Para musuh memaksanya untuk
menggunakan senjata sehingga para nabi pun menggunakan senjata. Di sini setiap
nabi mempunyai senjata yang berbeda-beda. Terkadang senjata seorang nabi berupa
mukjizat yang dapat menghentikan langkah dan menghancurkan mereka seperti
taufan (kisah Nabi Nuh) atau angin (kisah Nabi Hud), dan terkadang senjata para
nabi adalah mukjizat yang membantunya untuk mengalahkan musuh-musuhnya secara
pasti seperti ditundukkannya jin dan burung baginya (kisah Nabi Sulaiman) dan
senjata nabi berupa mukjizat yang menyelamatkannya dari tipu daya musuh seperti
berubahnya api menjadi sesuatu yang dingin dan membawa keselamatan (kisah Nabi
Ibrahim) dan terkadang senjata nabi yang luar biasa yang memperkuat dakwahnya
seperti menghidupkan orang-orang yang mati (kisah Nabi Isa) dan terkadang
senjata nabi berupa pedang yang dipegang di tangannya saat ia melangsungkan
peperangan dan mempertahankan dakwahnya (kisah Nabi Muhammad saw).
Jadi, senjata para nabi berbeda-beda, baik dalam bentuk kualitas maupun
kapasitasnya. Allah SWT mengetahui kondisi mereka lebih dari apa yang kita
ketahui sehingga Allah SWT sangat tepat ketika memilihkan senjata untuk setiap
nabi. Dan tak seorang nabi pun yang tinggal di suatu tempat sementara ia tidak
berjuang dan tidak bergerak dan tidak mengalami penderitaan dari kaumnya. Oleh
karena itu, sesuai dengan kadar kesabaran para nabi dan perjuangan mereka dalam
menyampaikan dakwah di jalan Allah SWT, mereka layak untuk mendapatkan tempat
yang istimewa di sisi Allah SWT.
Isa bin Maryam telah menyampaikan bahwa beliau adalah seorang pejuang yang
membawa senjata. Kata-katanya sendiri berusaha menghancurkan masyarakat yang
keras, masyarakat yang bodoh. Masyarakat di zaman Nabi Isa berdiri di atas
kesalahan, kesyirikan, kebohongan, kemunafikan, meterialisme, pamrih, kelaliman
dan tidak ada kebebasan. Maka melalui kalimat-kalimatnya, Nabi Isa
menghancurkan semua ini. Nabi Isa memberitahu kaumnya bahwa dakwahnya di jalan
Allah SWT bukan terfokus pada dakwah kedamaian tetapi dalam hal-hal tertentu
dakwahnya pun berisi pernyataan perang. Sesuatu menjadi tidak bernilai ketika
tidak berusaha dipertahankan oleh yang bersangkutan sampai tetes darah
penghabisan. Timbulnya pemikiran-pemikiran, nilai-nilai dan prinsip-prinsip
tidak hanya bersandar kepada idealismenya tetapi nilainya justru bersandar
kepada usaha keras yang dikerahkan oleh para pembawanya dalam rangka
mempertahankannya. Tanpa peperangan dan mengangkat senjata dakwah para nabi
akan menjadi pemikiran-pemikiran yang sekadar idealisme yang tidak akan
menghentikan seseorang pun dan tidak akan membangkitkan seseorang pun.
Kita mengetahui bahwa sebagian besar nabi berhadapan dengan kelompok besar dari
masyarakat yang menentangnya dan berusaha memeranginya. Mula-mula mereka
mengejeknya dan pada akhirnya mereka berusaha untuk membunuhnya. Kita
mengetahui bahwa para nabi berusaha mati-matian untuk memperjuangkan kebenaran
yang dibawanya. Melalui kisah para nabi, kita mengetahui bahwa bagaimana
serangan masyarakat, para pembesar, dan para penguasa terhadap para nabi tetapi
pada saat yang sama kita seakan-akan tidak melihat bagaimana serangan para nabi
terhadap mereka. Penjelasan dari hal itu sangat mudah. Peperangan yang
dibangkitkan oleh kebatilan atas para nabi didukung oleh alat-alat yang canggih
dan sangat kuat di mana mereka memiliki berbagai macam sarana untuk menjatuhkan
para nabi, sedangkan para nabi hanya menyandarkan kekuatan dari yang Maha
Benar, yaitu Allah SWT; kekuatan yang tidak berdasarkan pada sebab-sebab
tertentu atau tidak peduli dengan tuduhan-tuduhan atau kegaduhan.
Para nabi hanya terus melangsungkan dakwahnya yang berdasarkan kepada usaha
membangkitkan akal dan hati serta menvucikan ruh. Keteguhan sikap para nabi ini
bagi musuh-musuh mereka merupakan problem yang besar. Dakwah nabi juga menjamah
suatu keluarga di mana seorang ayah dapat beriman sementara seorang anak dapat
menentang atau seorang anak dapat beriman sementara si ayah dapat menentang
atau seorang istri beriman atau seorang suami kafir atau seorang suami beriman
sementara si istri kafir. Perbedaan anak laki-laki dengan ayahnya dan seorang
istri dengan suaminya menimbulkan permusuhan di dalam rumah-rumah. Dengan
terjadinya hal ini, masyarakat bergerak untuk menentang nabi dan semakin
meningkatkan tekanan-tekanan mereka kepadanya sehingga permusuhan dan kebencian
mereka kepada nabi semakin meruncing. Mereka pun berusaha untuk melawan nabi
itu yang bagi mereka telah memisahkan antara ayah dan anaknya atau ia datang
untuk memisahkan seorang anak perempuan dari ibunya.
Kemudian seorang nabi meletakkan suatu undang-undang bagi orang yang
mengikutinya, yaitu undang-undang pokok yang membatalkan undang-undang yang
tidak sesuai dengannya. Undang-undang ini tampak dalam kalimat nabi:
“pertama-tama cinta kepada Allah dan kemudian cinta kepada nabi dan setelah itu
cinta kepada sesama manusia.” Makna-makna yang demikian ini tercermin secara
jelas dari kalimat-kalimat Isa yang disampaikan oleh Injil Mata pada pasal
ke-10.
Al-Masih berkata: “Janganlah engkau mengira bahwa aku datang membawa kedamaian
di bumi, aku datang bukan hanya membawa kedamaian tetapi pedang. Aku datang
untuk menjadikan seorang anak berbeda dengan ayahnya dan seorang anak perempuan
berbeda dengan ibunya sehingga musuh seseorang justru terdapat pada keluarganya.
Maka barangsiapa yang mencintai ibunya dan ayahnya lebih dari kecintaannya
kepadaku, maka ia tidak berhak mencintaiku, dan barangsiapa yang mencintai anak
laki-lakinya dan perempuannya lebih dariku, maka ia tidak berhak mengikutiku.
Meskipun kehidupannya tampak beruntung sebenarnya ia telah rugi, dan
barangsiapa yang kehidupannya merugi karena aku, maka sebenarnya ia telah
beruntung.”
Penjelas Injil mengatakan: “Pemikiran orang-orang Yahudi tentang al-Masih
adalah, ketika al-Masih datang, maka semua pengikutnya akan merampas kekayaan
dan kejayaan di dunia ini lalu ia hanya memberi mereka ketenangan dan
kedamaian. Ketika al-Masih datang, ia menjelaskan kepada para muridnya bahwa
hal tersebut tidak benar, karena jika ia datang untuk memberikan kedamaian
kepada para pengikutnya, maka mereka akan terancam kelaliman dan mereka akan
mati karena tajamnya pedang. Maka hendaklah mereka tidak mengharapkan kedamaian
tetapi peperangan; hendaklah mereka tidak mengharapkan keserasian tetapi
perpecahan.” Demikianlah masyarakat Yahudi terbagi menjadi dua kelompok:
kelompok orang-orang yang fakir, orang-orang yang lemah dan orang-orang yang
bersih hatinya bersama Isa, sedangkan kelompok mayoritas menentang Isa. Bahkan
kelompok mayoritas kafir itu sering menyakiti Isa.
Injil Mata menceritakan penderitaan al-Masih pada pasal ke-11. Ia menceritakan
bagaimana kemarahan al-Masih terhadap orang-orang yang tidak mengabdi kepada
Yuhana (Yahya) dengan baik atau mengabdi kepadanya secara pribadi dengan baik.
Injil Mata menguntip pernyataan Isa sebagai berikut: “Dengan apa aku
menyerupakan generasi ini, Sesungguhnya mereka menyerupai anak-anak kecil yang
duduk di pasar yang berteriak-teriak memanggil teman-teman mereka sambil
berkata: “Kami telah meniup seruling tetapi kalian tidak menari. Kami mengasihi
kalian tetapi kalian tidak menangis.” Yuhana telah datang dan tidak makan dan
minum tetapi mereka mengatakan, sesungguhnya ia terkena setan. lalu datanglah
seorang anak manusia yang makan dan minurn lalu mereka mengatakan, ia adalah
seorang yang ahli makan dan ahli minum khamer.”
Dokumen itu menunjukkan penderitaan al-Masih dan menyingkap peperangan yang
akan dihadapinya. Penderitaan yang dialami oleh hati suci al-Masih adalah
sebagai tindakan generasi tersebut di mana beliau diutus di dalamnya sebagai
orang yang memberi petunjuk dan menyampaikan berita gembira tentang kerajaan
langit. Beliau menyerupakan generasi Yahudi itu dengan anak-anak kecil yang
duduk-duduk di pasar sambil berteriak-teriak memanggil teman-teman mereka sambil
berkata: “kami telah meniup seruling tetapi kalian tidak menari. Kami berbelas
kasih kepada kalian tetapi kalian tidak menangis.” Al-Masih mengisyaratkan
dengan pernyataan itu tentang apa yang diperbuat anak-anak kecil saat mereka
bermain-main, di mana biasanya mereka meniru orang-orang yang besar saat mereka
bergembira dengan menari-nari dan saat mereka sedih mereka menangis.
Demikianlah mereka sangat cepat berubah antara bergembira dan sedih tanpa
melalui pertimbangan dan kesadaran. Demikianlah keadaaan orang-orang Yahudi
saat mereka mengabdi kepada Yahya, kemudian saat mereka mengabdi kepada
al-Masih. Yahya telah datang kepada mereka dalam keadaan menangis, tidak makan
dan tidak minum dari apa yang mereka makan dan yang mereka minum. Ia tidak
bergaul dengan sembarangan manusia. Telah datang kepada mereka seorang nabi
yang ahli ibadah tetapi kebanyakan mereka menolaknya dan mereka mengatakan
bahwa ia terkena setan. Kemudian datang kepada mereka al-Masih di mana ia makan
dan minum bersama pada acara walimah dan hari raya lalu mereka pun menolaknya
dan mengatakan bahwa ia suka makan dan minum khamer padahal beliau adalah
cermin terbesar dalam menghilangkan syahwat dan kesucian yang sempurna.
Alhasil, generasi itu adalah generasi yang main-main Iayaknya anak kecil. Tidak
ada sesuatu pun yang dapat mempengaruhi mereka dan mereka tidak mau bertaubat.
Meskipun demikian, di sana terdapat kelompok kecil dari manusia yang
terpengaruh dan bertaubat. Dokumen tersebut menunjukkan betapa beratnya
penderitaan Isa di tengah-tengah generasi yang sezaman dengannya. Isa mengalami
banyak penderitaan dalam menyampaikan dakwahnya. Isa banyak menderita di
tengah-tengah kaum yang pikiran mereka belum matang. Mereka tak ubahnya seperti
anak-anak kecil yang suka bermain-main. Kaum yang tak tergugah oleh
kalimat-kalimat yang baik dan mereka tidak bergerak atau tersentuh ketika
menyaksikan mukjizat-mukjizat yang luar biasa.
Allah SWT kembali memperkuat Isa dengan mukjizat-mukjizat yang mengagumkan.
Mukjizat di sini adalah senjata yang diberikan Allah SWT kepada nabi-Nya agar
nabi tersebut menjadi tenteram dan agar menambah keyakinan orang-orang yang
beriman kepadanya, sedangkan bagi orang-orang kafir mukjizat tersebut justru
menambah kekufuran mereka sehingga Allah SWT memberikan pembalasan yang
setimpal kepada kedua kelompok tersebut. Mukjizat yang Allah SWT berikan kepada
Isa bin Maryam yang lain adalah, Allah SWT mengabulkan doa Hawariyin dengan
menurunkan makanan dari langit. Allah SWT berfirman:
“(Ingatlah), ketika pengikut-pengikut Isa
berkata: ‘Hai Isa putra Maryam, bersediakah Tuhanmu menurunkan hidangan dari
langit kepada kami?’ Isa menjawab: ‘Bertakwalah kepada Allah jika betul-betul
kamu orang yang beriman.’ Mereka berkata: ‘Kami ingin memakan hidangan itu dan
supaya tenteram hati kami dan supaya kami yakin bahwa kamu telah berkata benar
kepada kami, dan kami menjadi orang-orang yang menyaksikan hidangan itu.‘ Isa
putra Maryam berdoa: ‘Ya Tuhan kami, turunkanlah kiranya kepada hami suatu
hidangan dari langit (yang hari turunnya) akan menjadi hari raya bagi kami
yaitu bagi orang-orang yang bersama kami dan yang datang sesudah kami, dan
menjadi tanda bagi kekuasaan-Mu: beri rezekilah kami dan Engkaulah Pemberi
rezeki Yang Paling Utama.’ Allah berfirman: ‘Sesungguhnya Aku akan menurunkan
hidangan itu kepadamu, barangsiapa yang kafir di antaramu sesudah (turun
hidangan) itu, maka sesungguhnya Aku akan menyiksanya dengan siksaan yang tidak
pernah Aku timpakan kepada seorang pun di antara umat manusia.’.” (QS. Al-Maidah: 112-115)
Barangkali kita terheran-heran ketika memperhatikan perkataan Hawariyin, “wahai
Isa bin Maryam, apakah Tuhanmu mampu?” Mungkin pertama-tama yang terlintas
dalam pikiran kita berkenaan dalam ayat tersebut adalah, keraguan Hawariyin
terhadap kekuatan atau kekuasaan Allah SWT. Bagaimana hal itu mampu mereka
laku-kan sedangkan mereka adalah murid-murid Isa yang beriman dan berserah diri
kepada Allah SWT? Berkaitan dengan tafsir ayat tersebut, para ulama berbeda
pendapat. Sebagian ulama mengatakan, bahwa pertanyaan mereka ‘apakah Tuhanmu
mampu?’ Yakni, berarti apakah Tuhanmu bisa? Kemudian mereka mencarikan alasan
yang membenarkan perkataan Hawariyin itu dengan mengatakan bahwa pertanyaan itu
dilontarkan saat mereka baru saja mengikuti Isa, sebelum mereka banyak mengetahui
Allah SWT. Oleh karena itu, Isa berkata dalam jawabannya terhadap pertanyaan
mereka, bertakwalah kepada Allah SWT jika kamu benar-benar orang mukmin. Yakni,
janganlah kalian meragukan kekuasaan atau kekuatan Allah SWT.
Qurthubi menampik tafsir ini. Hawariyin adalah para penolong Allah SWT, sesuai
dengan nas Al-Qur’an dan tentu tidak boleh bagi penolong Allah SWT untuk tidak
mengetahui kekuatan-Nya, apalagi meragukan kekuasaan-Nya. Sebagian ulama
mengatakan bahwa perkataan tersebut dikeluarkan orang-orang yang bersama
Hawariyin yang berasal dari Bani Israil dan tidak seorang pun dari Hawariyin
yang mengatakan demikian kecuali mereka hanya sekedar menukil perkataan
tersebut. Ada pendapat lain lagi yang mengatakan bahwa ayat tersebut tidak
dibaca ‘hal yastathi’ rabbuka‘ tetapi dibaca ‘hal tastathi’ rabbaka’
sebagaimana bacaan Aisyah dan sebagaimana dibaca oleh Nabi. Maknanya, “apakah
engkau mampu menghadirkan kekuatan Tuhanmu terhadap apa yang engkau minta.” Ada
pendapat yang lain mengatakan ia dibaca ‘hal tastathi’ rabbaka’, yakni “apakah
engkau mampu untuk berdoa kepada Tuhanmu atau meminta-Nya.”
Sebagian kaum sufi berpendapat bahwa kaum Hawariyin bukan tidak mengetahui
kekuasaan Allah SWT tetapi pertanyaan itu justru bersumber dari cinta kepada
Allah SWT dan keinginan menyaksikan kekuasaan Allah SWT. Sikap mereka ini
menyerupai dengan perbedaan tingkatan sikap Nabi Ibrahim as ketika beliau
mengatakan:
“Ya Tuhanku, perlihatkanlah kepadaku
bagaimana Engkau menghidupkan orang-orang mati?’ Allah berfirman: ‘Apakah kamu
belum percaya?’ Ibrahim menjawab: ‘Saya telah percaya, tetapi agar bertambah
mantap hatiku.’.” (QS. Al-Baqarah: 260)
Oleh karena itu, kaum Hawariyin berkata: “Dan hati kami menjadi mantap,”
sebagaimana Nabi Ibrahim berkata: “Agar bertambah mantap hatiku.” Inilah tafsir
yang membuat kita puas dan membuat hati kita tenang. Nabi Isa menjawab
pertanyaan mereka: ‘Bertakwalah kepada Allah jika betul-betul kamu orang yang
beriman.’ Yakni, hati-hatilah kalian dengan banyak bertanya dan menguji Allah
SWT karena kalian tidak mengetahui apa yang boleh kalian minta untuk
didatangkan bukti-bukti kekuasaan Allah SWT. Perkataan Nabi Isa, jika kalian
benar-benar beriman terfokus kepada apa yang dibawanya yang berupa
mukjizat-mukjizat atau tanda-tanda kebesaran Allah SWT. Nabi Isa bermaksud
untuk mengatakan, sesungguhnya apa yang telah aku bawa dari mukjizat-mukjizat
bagi kalian seharusnya sudah cukup membuat hati kalian mantap. “Mereka berkata:
‘Kami ingin memakan hidangan itu dan supaya tenteram hati kami dan supaya kami
yakin bahwa kamu telah berkata benar kepada kami, dan kami menjadi orang-orang
yang menyaksikan hidangan itu.’”
Kaum Hawariyin menjelaskan kepada Isa sebab pertanyaan mereka ketika beliau
melarangnya. Jika Nabi Isa keluar, maka beliau diikuti lima ribu orang atau
lebih. Sebagian mereka dari kalangan Hawariyin dan sebagian yang lain campuran
di antara pengikutnya dan musuhnya. Dikatakan bahwa mereka berpuasa dan mereka
tidak mempunyai makanan, lalu para pengikut berkata kepada kaum Hawariyin,
“Tanyalah kepada Isa apakah ia mampu berdoa kepada Tuhannya sehingga diturunkan
kepada kita makanan dari langit.” Kemudian kaum Hawariyin pergi dengan membawa
surat kaum itu kepada Isa. Ketika Isa meminta mereka untuk merasa cukup dengan
mukjizat-mukjizat sebelumnya, mereka kembali melontarkan kebenaran permintaan
mereka: ‘Kami ingin memakan hidangan itu. Mereka adalah orang-orang yang lapar
sementara mereka tidak mempunyai makanan. Dan supaya tenteram hati kami.
Hati kaum Hawariyin menjadi tenang seperti tenangnya hati Ibrahim. Dan para
pengikut pun merasa hatinya tenang dan mengakui bahwa Isa adalah Nabi yang
diutus untuk mereka. Dan hati musuh juga menjadi tenang karena mereka
menyaksikan kebatilan mereka sehingga pilihan mereka untuk tidak mengikuti Isa
berakibat pada suatu saat mereka akan dimintai pertanggung jawaban.
“Dan supaya kami yakin bahwa kamu telah berkata benar kepada kami. Yakni kami
mengetahui bahwa engkau utusan Allah. Dan kami menjadi orang-orang yang
menyaksikan hidangan itu. Yakni, kami menyaksikan keesaan Allah dan risalah dan
kenabianmu. Dan bagi orang lain yang tidak menyahsikannya, maka kami akan
menceritakan kepada mereka peristiwa yang terjadi.”
Isa putra Maryam berdoa: ‘Ya Tuhan kami, turunkanlah kiranya kepada kami suatu
hidangan dari langit (yang hari turimnya) akan menjadi hari raya bagi kami
yaitu bagi orang-orang yang bersama kavii dan yang datang sesudah kami, dan
menjadi tanda bagi kekuasaan-Mu: beri rezekilah kami dan Engkaulah Pembeti
rezeki Yang Paling Utama.’
Ketika kaum Hawariyin bertanya kepada Isa bin Maram agar diturunkan makanan
dari langit, maka Nabi Isa berdiri dan meletakkan pakaian dari kulit wol
kemudian beliau melangkahkan kakinya dan meletakkan tangan kanannya di atas
tangan kirinya, lalu beliau menundukkan kepalanya dalam keadaan khusuk dan
tunduk kepada Allab SWT. Kemudian beliau membuka matanya dan menangis sehingga
air matanya membasahi jenggotnya bahkan mencapai dadanya dan berkata: ‘Ya Tuhan
kami, turunhanlah kiranya kepada kami suatu hidangan dari langit… Allah
berfirman: ‘Sesungguhnya Aku akan menurunkan hidangan itu kepadamu.
Lalu turunlah makanan besar dari celah dua awan: satu awan di atasnya satu awan
di bawahnya. Saat itu manusia melihatnya. Nabi Isa berkata, “Ya Allah
jadikanlah makanan ini sebagai rahmat dan jangan menjadi fitnah.” Lalu turunlah
di depan Nabi Isa sapu tangan yang menutupinya kemudian Nabi Isa tersungkur
dalam keadaan sujud yang diikuti oleh kaum Hawariyin. Mereka mendapati suatu
bau yang harum yang belum pernah mereka temukan sebelumnya.
Nabi Isa berkata, “Siapakah di antara kalian yang paling ikhlas dan paling
percaya kepada Allah SWT agar ia membuka makanan itu sehingga kita bisa makan
darinya serta berzikir kepada Allah SWT atasnya serta bersyukur kepadanya.”
Kaum Hawariyin berkata: “Wahai Ruhullah sesungguhnya engkau lebih berhak
daripada kami dalam hal itu.”, maka Nabi Isa berdiri lalu beliau mengambil
wudhu dan salat. Kemudian beliau banyak berdoa sambil duduk di sisi makanan itu
dan membukanya. Tiba-tiba di atas makanan itu terdapat ikan yang lezat yang
tidak ada durinya. Nabi Isa ditanya: “Wahai Ruhullah, apakah ini makanan dari
dunia atau dari surga?” Nabi Isa menjawab: “Bukankah Tuhan kalian melarang
kalian untuk bertanya pertanyaan semacam ini. Ia turun dari langit dan tidak
ada makanan sepertinya di dunia dan ia bukan berasal dari surga tetapi ia
adalah sesuatu yang Allah SWT ciptakan dengan kekuasaan yang luar biasa di mana
Dia cukup mengatakan “jadilah, maka jadilah.”
Para mufasir berbeda pendapat sekitar bentuk makanan yang diturunkan kepada
Isa, apakah itu ikan atau daging? Apakah roti atau buah-buahan? Kami memandang
bahwa pembahasan-pembahasan ini kurang penting. Sesuatu yang paling penting
yang perlu kita perhatikan adalah apa yang dikatakan oleh Nabi Isa, Sesungguhnya
ia diciptakan oleh Allah SWT dengan kekuasaan yang mengagumkan di mana Dia
cukup mengatakan “Jadilah, maka jadilah ia.”
Inilah hakikat makanan tersebut. Ia merupakan tanda-tanda kebesaran Allah SWT
yaitu suatu tanda yang Allah SWT mengancam bagi siapa yang menentangnya Dia
akan menyiksanya dengan azab yang belum pernah diterima oleh seseorang pun di
dunia. Para ulama berbeda pendapat apakah makanan tersebut memang diturunkan
atau tidak, tetapi menurut pendapat mayoritas dan ini yang benar makanan tersebut
memang diturunkan, sesuai dengan firman Allah SWT: “Aku akan menurunkan
hidangan itu bagimu. “
Dikatakan bahwa ribuan pengikut Nabi Isa memakannya dan makanan tersebut tidak
habis. Setiap orang yang buta ia sembuh dari butanya dan setiap orang yang
belang ia sembuh dari belangnya akibat memakan hidangan itu. Alhasil, setelah
menyantap makananitu, orang yang sakit sembuh dari penyakitnya. Maka hari
turunnya makan itu dijadikan hari raya dari hari raya-hari raya kaum Hawariyin
dan para pengikut Nabi Isa. Kemudian berita dan peristiwa turunnya makanan itu
mulai hilang dan mulai dilupakan sehingga kita tidak menemukan beritanya hari
ini di Injil-Injil yang mereka akui. Setelah peristiwa makanan yang Allah SWT
ceritakan dalam surah al-Maidah, Allah SWT menunjukkan kepada kita sikap lain
dari Nabi Isa bin Maryam. Allah SWT berkata setelah menceritakan kepada kita
tentang turunnya mukjizat makanan dari langit:
“Dan (ingatlah) ketika Allah berfirman:
‘Hai Isa putra Maryam, adakah kamu mengatakan kepada manusia: ‘Jadikanlah aku
dan ibuku dua orang tuhan selain Allah!’ Isa menjawab: ‘Maha Suci Engkau,
tidaklah patut bagiku mengatakan apa yang bukan hakku (mengatakannya). Jika aku
pernah mengatakannya, maka tentulah Engkau telah mengetahuinya. Engkau mengetahui
apa yang ada pada diriku dan aku tidak mengetahui apa yang ada pada diri
Engkau. Sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui perkara yang gaib. Aku tidak pernah
mengatakan kepada rnereka kecuali apa yang Engkau tiepadaku (mengatakan)nya
yaitu: ‘Sembahlah Allah, Tuhanku, dan Tuhanmu,’ dan aku menjadi saksi terhadap
mereka, selama aku berada di antara mereka. Maka setelah Engkau wafatkan aku,
Engkaulah yang mengawasi mereka. Dan Engkau adalah Maha Menyaksikan atas segala
sesuatu. Jika Engkau menyiksa mereka, maka sesungguhnya mereka adalah
hamba-hamba-Mu, dan jika Engkau mengampuni mereka, maka sesungguhnya Engkaulah
Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.’ Allah berfirman: ‘lni adalah suatu hari
yang bermanfaat bagi orang-orang yang benar kebenaran mereka. Bagi mereka surga
yang di bawahnya mengalir sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya
selama-selamanya; Allah ridha terhadap mereka dan mereka pun ridha
terhadap-Nya. Itulah keberuntungan yang paling besar.’ Kepunyaan Allah-lah
kerajaan langit dan bumi dan apa yang ada di dalamnya; dan Dia Maha Kuasa atas
segala sesuatu.” (QS. Al-Maidah:
116-120)
Dengan ayat-ayat tersebut, Al-Qur’an menutup surah al-Maidah. Demikianlah
konteks Al-Qur’an berpindah secara mengejutkan dari turannya makanan kepada
sikap atau dialog antara Allah SWT dan Isa bin Maryam pada hari kiamat. Allah
SWT bertanya pada hari kiamat: ‘Hai Isa putra Maryam, adakah kamu mengatakan
kepada manusia: ‘Jadikanlah aku dan ibuku dua orang tuhan selain Allah?’
Para ahli ilmu sepakat bahwa pertanyaan tersebut bukan bersifat pertanyaan mumi
meskipun tampak dalam bentuk pertanyaan karena Allah SWT mengetahui apa yang
dikatakan oleh Isa. Tentu yang dimaksud dengan pertanyaan itu adalah sesuatu
yang lain. Ada yang mengatakan bahwa Allah SWT bermaksud memberitahu Isa bahwa
kaumnya telah mengubah ajarannya sepeninggalnya. Dan mereka telah mendapatkan
fitnah. Ada lagi yang mengatakan bahwa Allah SWT bermaksud dari pertanyaan itu
untuk mencela orang-orang yang mengubah akidah Nabi Isa setelah beliau tidak
ada. Kami kira pertanyaan tersebut memuat dua makna dan mencakup makna yang
lain.
Allah SWT ingin menyingkap dan memberitahu manusia dalam Kitab-Nya yang
terakhir bahwa Nabi Isa terlepas dari berbagai macam tuduhan, dan apa saja yang
dilakukan kaumnya sepeninggalnya. Konteks AI-Qur’an menunjukkan tentang
peristiwa gaib yang belum terjadi meskipun akan terjadi pada hari kiamat. Oleh
karena itu, Al-Qur’an menyampaikannya dalam bentuk fi’il madhi (kata kerja
bentuk lampau). Al-Qur’an menyampaikan berita gaib ini kepada penduduk dunia
agar mereka mengetahui hakikat Isa bin Maryam.
Allah SWT bertanya kepadanya dan Isa bin Maryam menjawab. Sebagai nabi besar,
Isa tidak menjawab kecuali setelah ia mengatakan: ‘Maha Suci Engkau ya Allah.’
Sebelum menjawab, Isa memulai dengan tasbih dan menyucikan Allah SWT. Nabi Isa
menampakkan kepatuhan dan ketundukan kepada kemuliaan Allah SWT dan rasa takut
terhadap azab-Nya. Qurthubi menyampaikan dalam tafsirnya:
“Ketika Allah SWT berkata kepada Isa, apakah engkau berkata kepada manusia jadikanlah
aku dan ibuku tuhan selain Allah, maka Isa tampak gemetar terhadap perkataan
itu sehingga ia mendengar rintihan dari tulang-tulangnya di dalam jasadnya lalu
ia berkata: ‘Maha Suci Engkau, tidaklah patut bagiku mengatakan apa yang bukan
hakku (mengatakannya). Tidak mungkin aku memutuskan sesuatu yang tidak aku
miliki, yang diriku tidak dapat melakukannya. Aku hanya seorang hamba, bukan
seorang yang disembah: Jika aku pernah mengatakannya maha tentulah Enghau telah
mengetahuinya.
Demikianlah Nabi Isa menyampaikan jawabannya kepada Allah SWT dan ia
mengembalikan sesuatu kepada Allah SWT. Dan Allah SWT Maha Mengetahui terhadap
apa yang dikatakannya. Engkau mengetahui apa yang ada pada diriku dan aku tidak
mengetahui apa yang ada pada diri Engkau. Yakni, Engkau mengetahui apa yang aku
sembunyikan sedangkan aku tidak mengetahui apa yang engkau sembunyikan. Engkau
mengetahui rahasiaku dan apa yang terlintas dalam hatiku dan aku tidak
mengetahui apa yang Engkau sembunyikan dari ilmu gaib-Mu. Sesungguhnya Engkau
Maha Mengetahui perkara yang gaib. Hanya Engkau yang tahu terhadap hal-hal yang
gaib. Hanya Engkau yang tahu terhadap apa yang terjadi di tengah-tengah mereka
setelah Engkau angkat aku dari bumi: ‘Aku tidak pernah mengatakan kepada mereka
kecuali apa yang Engkau kepadaku (mengatakan)nya yaitu: ‘Sembahlah Allah,
Tuhanku, dan Tuhanmu.’
Demikianlah kalimat-kalimat yang disampaikan oleh Isa bin Maryam. Dia hanya
mengajak manusia untuk hanya menyembah Allah SWT dan tidak menyekutukan-Nya:
Dan aku menjadi saksi terhadap mereka, selama aku berada di antara mereka.
Sesungguhnya Engkau mengawasi mereka saat aku tinggal di tengah-tengah mereka
dan mengajak mereka ke jalan yang benar. Maka setelah Engkau wafatkan aku,
Engkaulah yang mengawasi mereka. Al-Wafat dalam Kitab Allah mempunyai tiga
bentuk: Pertama, wafat dalam pengertian kematian, sebagaimana firman Allah SWT:
“Allah memegang jiwa (orang) ketika
matinya.” (QS. az-Zumar: 42)
Yakni ketika tercabutnya ajal. Kedua, bahwa wafat adalah tidur, sebagaimana
firman Allah SWT:
“Dan Dialah yang menidurkan kamu di malam hari.” (QS. al-An’am: 60)
Yakni yang menidurkan kalian. Ketiga, wafat berarti pengangkatan, sebagaimana
firman Allah SWT:
“Hai Isa, sesungguhnya Aku yang
menyampaikan kamu kepada akhir ajalmu dan mengangkat kamu kepada-Ku.” (QS.
Ali ‘Imran: 55)
Demikianlah Isa terbebas dari apa yang mereka katakan dan apa yang mereka
nisbatkan kepadanya. Isa mengumumkan bahwa dakwahnya tidak lebih dari sekadar
ajakan untuk bertahuid dan tidak keluar dari kerangka Islam yang diakui oleh
pengikutnya. Kemudian Isa kembali menyampaikan pembicaraannya dan meminta belas
kasihan kepada Allah SWT: Jika Engkau rnenyiksa mereka, makasesungguhnya mereka
adalah hamba-hamba-Mu. Tidak seorang pun dari makhluk yang mempunyai kekuasaan
di atas-Mu dan tidak ada Pencipta selain-Mu. Maha Suci Engkau dan tiada sekutu
bagi-Mu dalam kerajaan dan kekuasaan. Pada akhirnya, mereka adalah hamba-Mu dan
seorang hamba tidak memiliki apa-apa di hadapan tuannya kecuali kepatuhan: Dan
jika Engkau mengampuni mereka, maka sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Perkasa
lagi Maha Bijaksana.’
Isa tidak mengatakan jika Engkau mengampuni mereka, maka Engkau Maha Pengampun
dan Maha Pengasih. Jadi, jawaban Isa terfokus pada penyerahan diri dan
kepatuhan serta tunduk kepada kemuliaan Allah SWT dan kebesaran-Nya. Para
pengikut Nabi Isa adalah hamba-hamba Allah SWT yang patuh. Jika Allah SWT
berkehendak, maka Dia akan menyiksa mereka sesuai dengan siksaan yang layak
mereka terima, dan jika Dia berkehendak, maka Dia akan mengampuni mereka karena
Dia mengetahui karena mereka memang layak untuk mendapatkan ampunan. Dengan
penyerahan yang mutlak ini, Isa menyampaikan jawaban atas pertanyaan Allah SWT
dan beliau berlepas diri dari apa yang dikatakan oleh kaumnya sepeninggalnya.
Isa menyampaikan—pada awal pembicaraannya—bahwa hanya Allah SWT yang patut
disembah, dan pada akhir pembicaraannya Isa menyampaikan penyerahan dirinya
kepada Allah SWT. Allah berfirman: ‘Ini adalah suatu hari yang bermanfaat bagi
orang-orang yang benar kebenaran mereka.
Allah SWT memuji ketulusan Isa, dan karena dialog tersebut terjadi pada hari
kiamat, Allah SWT berfirman: “Hari ini adalah hari kiamat di mana orang-orang
yang benar akan dapat mengambil manfaat dari kebenaran mereka di dunia. Kebenaran
mereka di sana akan mereka temukan balasannya yang berupa rahmat di sini. “Bagi
mereka surga yang di bawahnya mengalir sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya
selama-selamanya; Allah ridha terhadap mereka dan mereka pun ridha
terhadap-Nya. “
Demikianlah balasan orang-orang yang benar, surga. Dan ada balasan yang lebih
baik dari surga, yaitu kepuasan (ridha) seorang hamba terhadap Allah SWT dan
keridhaan Allah SWT terhadap hamba. Pengertian kepuasaan seorang hamba adalah
kegembiraannya terhadap penyembahan kepada Allah SWT sedangkan pengertian
keridhaan Allah SWT terhadap hamba-Nya adalah rahmat yang diberikan-Nya kepada
mereka: Itulah keberuntungan yang paling besar.’ Setelah itu Allah SWT,
memberitahukan hakikat Isa dan seluruh nabi-Nya: “Kepunyaan Allah-lah kerajaan
langit dan bumi dan apa yang ada di dalamnya; dan Dia Maha Kuasa atas segala
sesuatu.” Allah SWT adalah Penguasa satu-satunya dan Dia Pencipta satu-satunya.
Selain-Nya adalah hamba.
Isa terus melangsungkan dakwahnya sehingga kejahatan dan keburukan mengetahui
bahwa singgasana mereka terancam hancur. Lalu pasukan keburukan bergerak untuk
menangkapnya. Orang-orang Yahudi menyakitinya dan menuduhnya dengan berbagai
macam tuduhan. Isa dikatakan sebagai penyihir dan sebagai orang yang mengubah syariat
dan mereka menisbatkan kekuatannya yang luar biasa kepada kekuatan setan.
Ketika mereka tidak lagi memiliki tipu daya yang dapat melumpuhkan Nabi Isa dan
mereka melihat orang-orang yang lemah dan orang-orang fakir berkumpul di
sekitarnya, maka mereka mulai membikin suatu, makar. Mereka mempengaruhi
orang-orang Romawi.
Mula-mula pemerintahan Romawi tidak turut campur karena menganggap bahwa
perselisihan-perselisihan antara orang-orang Yahudi adalah perselisihan yang
terjadi demi memperebutkan kepentingan sesama mereka. Lalu diadakanlah majelis
Sanhadurim (yaitu majelis undang-undang tertinggi dari kalangan Yahudi). Mereka
berkumpul untuk membuat persekongkolan demi menyingkirkan Isa. Persekongkolan
itu mengambil bentuk yang baru.
Ketika orang-orang Yahudi tidak mampu memerangi Nabi Isa, mereka berpikir untuk
membunuhnya. Mulailah para ketua pendeta Yahudi bermusyawarah untuk membuat
suatu kesimpulan tentang cara yang mereka lakukan untuk menangkap Nabi Isa yang
tidak menirnbulkan kegaduhan di tengah-tengah masyarakat.
Ketika para kepala Yahudi bermusyarah, maka salah seorang dari murid al-Masih
yang dua belas pergi kepada mereka, yaitu Yahuda al-Iskhriyutha. Ia berkata
kepada mereka, “Apa yang kalian berikan jika aku berhasil menyerahkannya kepada
kalian.”
“Meja penghianatan telah digelar di antara mereka dan dimulailah perundingan.
Orang-orang Yahudi berusaha mencari titik temu dan mereka sepakat untuk
memberinya tiga puluh lempeng dari perak. Ini adalah harga yang biasa mereka
lakukan untuk membeli seorang budak sesuai dengan syariat Yahudi.” (penjelasan
Injil Mata)
Selesailah konspirasi yang menetapkan untuk menangkap al-Masih dan kemudian
membunuhnya. Dikatakan bahwa kepala pendeta Yahudi merobek-robek bajunya secara
dramatis di suatu pertemuan agama dan ia berteriak, “sungguh Isa telah kafir.”
Pero bekan baju dalam tradisi orang-orang Yahudi dilakukan ketika mereka
mendengar atau melihat sesuatu yang mengandung penghinaan terhadap Allah. Para
pendeta Yahudi tidak memiliki kekuasaan untuk menetapkan hukum bunuh pada saat
itu. Semua itu dilakukan oleh kekuasaan penguasa Romawai. Tetapi tampaknya
mereka berhasil meyakinkan kekuasaan Romawi bahwa Isa telah membuat rencana
untuk melengserkan kekuasaan Romawi atau mereka berhasil meyakinkan penguasa Romawi
bahwa masalah yang mereka hadapi murni berkaitan dengan tradisi mereka dan
keyakinan mereka. Kemudian mereka menyarankan agar penguasa tidak turut campur
atas apa yang mereka tetapkan. Demikianlah konspirasi itu telah ditetapkan dan
telah diputuskan bahwa Isa harus ditangkap dan kemudian disalib.
Empat Injil yang diakui oleh kalangan Masehi saat ini membicarakan tentang
proses pembunuhan Isa di mana beliau disalib kemudian beliau bangkit dari
kematiannya dan naik ke langit. Semua Injil ini sepakat tentang proses
pengyaliban Isa dan kematiannya, sebagaimana mereka sepakat tentang tabiat Isa
yang mengandung ketuhanan yang bercampur dengan tabiatnya sebagai manusia. Kami
akan menyampaikan keyakinan orang-orang Masehi berkaitan dengan Isa sebagaimana
diyakini oleh mayoritas kaum Nasrani saat ini, kemudian kami akan mengemukakan
keyakinan Islam tentang Isa sebagaimana diceritakan oleh Al-Qur’an al-Karim dan
disampaikan oleh para ulama dan disebutkan dalam hadis. Setelah itu, kita akan
membicarakan hal-hal yang perlu dibicarakan berkaitan hubungan antara kaum
Muslim dan kaum Masehi serta kaitannya dengan akidah mereka.
Injil Mata mengatakan, “Isa ditangkap dan majelis Sanhadirum memutuskan bahwa
ia harus dibunuh. Kemudian para anggota mejelis itu dari kepala-kepala para
pendeta dan para tokoh mereka menghinanya dan mengejeknya serta berbuat aniaya
terhadapnya bahkan mereka meludahi wajahnya dan menempelengnya. Sambil mengejek
mereka berkata, “beritahukanlah wahai al-Masih siapa yang memukulrnu.” Setelah
itu al-Masih ditangkap dan ia ditetapkan untuk dibunuh.
Adalah sudah menjadi tradisi di kalangan orang-orang Romawi untuk mencambuk
orang yang ditetapkan untuk dibunuh sebelum pelaksaan hukum tersebut. Oleh
karena itu, para penguasa Romawi menetapkan agar al-Masih dicambuk terlebih
dahulu. Sedangkan syariat Musa menetapkan agar cambukan itu tidak melebihi
empat puluh kali, namun orang-orang Romawi tidak berhenti pada batasan ini
bahkan mereka terus mencambuk korban dengan cambukan yang kejam dan
terus-menerus sehingga punggung yang bersangkutan hampir saja patah dan
napasnya nyaris tinggal sedikit. Setelah itu, mereka mulai melaksanakan hukum
bunuh kepadanya. Demikianlah yang dilakukan oleh tentara terhadap penyelamat
kita. (Injil Mata 26)
Selesailah proses pecambukan, lalu penguasa Romawi menyerahkan Isa kepada
tentara agar mereka menyalibnya. Kemudian para tentara membuat sesuatu hal yang
bermaksud untuk menghibur. Mereka mencabut pakaian Isa yang dilumuri dengan
darah yang ada luka di tubuhnya setelah proses pencabukan, lalu mereka
memakaikan pakaian merah dengan maksud untuk mengejeknya. Para raja biasanya
memakai pakaian merah. Mereka terus menghinanya. Mereka memakaikannya mahkota
dari duri dan meletakkannya di atas kepalanya. (Injil Mata 26)
Akhirnya, mereka sampai pada suatu tempat yang bernama Jaljatsah, yaitu suatu
tempat di luar pagar Ursyilim. Tradisi Yahudi menetapkan untuk memberi satu
gelas khamer yang bercampur dengan minyak wangi bagi orang yang ditetapkan
untuk dihukum mati sebelum pelaksanaan hukum. Ini dimaksudkan sebagai alat
pembius untuk meringankan penderitaannya. Tetapi para tentara menentang tradisi
ini dan mereka memberi al-Masih satu gelas dari cuka yang bercampur dengan
sesuatu yang pahit.” (Injil Mata 26)
Teks Injil mata mengatakan (cetakan tahun 1972) pada pasal kedua puluh tujuh:
“Sehingga mereka sampai ke suatu tempat yang bernama Jaljatsah lalu mereka
memberinya minuman keras yang bercampur dengan empedu agar ia meminumnya.
Ketika ia merasakannya, ia enggan untuk meminumnya. Kemudian mereka
menyalibnya. Kemudian mereka duduk di sana menjaganya dan meletakkan di atas
kepalanya suatu tuduhan yang tertulis: Ini adalah Yasu’, penguasa Yahudi.
Mereka benar-benar menyalibnya bersama Yasim. Salah seorang dari keduanya di
sebelah kanannya dan yang lain di sebelah kirinya. Lalu orang-orang yang lewat
di tempat itu mencelanya dan berkata, “wahai yang menghancurkan tempat sembahan
dan yang membangunnya pada tiga hari, selamatkanlah dirimu dan jika engkau
adalah anak Allah, maka turunlah dari tempat penyaliban itu.”
Demikianlah sebagian riwayat kaum Masehi tentang proses penyalipan serta
penafsiran mereka berkaitan dengannya. Kami telah menukilnya tanpa
memperhatikan tentang catatan yang terdapat dalam Injil Mata yang terbaru,
yaitu ia merupakan catatan yang paling baik dalam bentuknya yang terkumpul dari
ulama-ulama mereka dan tokoh-tokoh agama Masehi sehingga ia lebih mudah untuk
dipahami dan lebih sederhana. Kami telah mengemukakan sebagiannya kepada Anda
dalam halaman-halaman ini.
Sementara itu, dalam akidah Islam disebutkan suatu riwayat yang berbeda dengan
riwayat yang ada dalam Injil-Injil yang terdapat sekarang, baik yang
berhubungan dengan kehidupan akhir yang dialami oleh Isa maupun tabiat Isa yang
merupakan sumber perselisihan setelah pengangkatannya. Al-Qur’an al-Karim
menceritakan bahwa Allah SWT tidak menghendaki Bani Israil untuk membunuh Isa
atau menyalibnya tetapi Allah SWT menyelamatkannya dari kekufuran mereka lalu
mengangkatnya di sisi-Nya. Mereka tidak berhasil membunuhnya dan tidak berhasil
menyalibnya tetapi ia diserupakan seperti orang-orang di antara mereka. Allah
SWT berfirman:
“Dan karena ucapan mereka: ‘Sesungguhnya
kami telah membunuh al-Masih, Isa putra Maryam, Rasul Allah,’ padahal mereka
tidak membunuhnya dan tidak pula menyalibnya, tetapi yang mereka bunuh ialah
arang yang diserupakan dengan Isa bagi mereka. Sesungguhnya orang-orang
yang berselisih paham tentang (pembunuhan) Isa, benar-benar dalam keraguan
tentang yang dibunuh itu. Mereka tidah mempunyai keyakinan tentang siapa yang
dibunuh itu, kecuali mengikuti persangkaan belaka, mereka tidak pula yakin
bahwa yang mereka bunuh itu adalah Isa. Tetapi (yang sebenarnya), Allah telah mengangkat
Isa kepadanya.”
(QS. An-Nisa’:
157-158)
Dan Allah SWT juga berflrman:
“(Ingatlah), ketika Allah berfirman: ‘Hai
Isa, sesungguhnya Aku akan menyampaikan karnu pada akhir ajalmu dan mengangkat
kamu kepada-Ku serta membersihkan kamu dari orang-orang yang kafir. ” (QS.
Ali ‘Imran: 55)
Para ulama-ulama Islam sepakat atas hal itu dan mereka berselisih pendapat
tentang cara beragumentasi terhadap apa yang mereka yakini sebagai kebenaran.
Sebagian mereka meyakini nas-nas Al-Qur’an saja yang menyebut tentang Isa
al-Masih dan mereka tidak mendukungnya atau memperkuatnya dengan kitab-kitab
lain selain Al-Qur’an. Kedua metode tersebut memiliki titik kekuatan
tersendiri. Orang yang berpegangan dengan pendapat yang pertama mengatakan
bahwa Nabi melarang untuk membahas kitab-kitab pegangan kaum Yahudi dan kaum
Nasrani. Bagi kaum itu agama mereka dan bagi kita agama kita dan hanya Allah
SWT yang akan memutuskan segala perselisihan di antara kita pada hari kiamat.
Sedangkan orang-orang yang berpegangan dengan cara yang kedua mengatakan bahwa
larangan Nabi tersebut terjadi pada permulaan masa Islam di mana kaum Muslim
sangat dekat dengan masa jahiliah. Nabi memerintahkan mereka agar tidak
disibukkan dengan kitab-kitab lain selain kitab mereka, yakni Al-Qur’an. Yang
demikian ini dimaksudkan agar mereka memiliki akidah yang kuat dan keyakinan
mereka benar-benar tertanam dalam diri mereka, Tetapi ilmu dan pandangan ilmiah
menetapkan bahwa seorang yang alim harus banyak menggali kitab-kitab kuno dalam
rangka mengetahui kebenaran dan jika ia mendapati sesuatu yang sesuai dengan
apa yang didapatinya dengan kebenaran, maka hatinya akan lebih merasa tenang
dan damai. Berkaitan dengan kelompok yang pertama yang merasa cukup dengan
Al-Qur’an, kita tidak menemukan perincian-perincian yang mendalam berkenaan
dengan usaha penangkapan Isa, bagaimana proses pengangkatannya ke langit, di
mana Isa diserupakan dengan salah seorang di antara mereka, bagaimana dia
diserupakan dengan salah seorang di antara mereka. Allah SWT telah
menyerupakannya dengan salah seorang di antara mereka sedangkan Nabi Isa
diangkat ke langit. Demikianlah penjelasan singkat mereka, tidak ada penambahan
lagi. Sedangkan kelompok yang kedua, mereka melontarkan kisah secara lengkap.
Mereka mengatakan bahwa Allah SWT menyerupakan Isa dengan Yahuda. Yahuda ini
adalah Yahuda al-Askhariyutha yang menurut Injil ia menjualnya kepada
musuh-musuhnya dan menunjukkan kepada mereka tentang keberadaannya. Ia adalah
seorang muridnya yang terpilih. Demikian ini sesuai dengan Injil Barnabas di
mana disebutkan di dalamnya: “Ketika para tentara mendekat bersama Yahuda di
tempat yang di situ terdapat Yasu’, maka Yasu’ mendengar kedatangan
segerombolan orang yang menuju tempatnya. Oleh karena itu, ia segera pergi ke
rumah dalam keadaan takut. Di dalam rumah itu terdapat sebelas orang yang
tidur. Ketika Allah melihat bahaya akan mengancam hamba-Nya, maka Dia
merintahkan Jibril, Mikail, dan Rafail (Israfil), serta Idril (Izrail) yang
mereka semua adalah para utusan-Nya untuk mengambil Yasu’ dari dunia. Lalu
datanglah malaikat-malaikat yang suci di mana mereka mengambil Yasu’ dari pintu
yang dekat dengan arah selatan. Mereka membawanya dan meletakkannyadi langit
yang ketiga dengan disertai para malaikat yang selalu bertasbih kepada Allah
selama-lamanya. Yahuda masuk secara paksa ke kamar yang di situlah Yasu’
diangkat ke langit. Saat itu murid-murid sedang tidur semuanya, lalu Allah
mendatangkan keajaiban yang luar biasa di mana Yahuda berubah cara berbicaranya
dan juga wajahnya. Ia sangat mirip sekali dengan Yasu’ sehingga kami mengiranya
Yasu’. Adapun ia (Yahuda) setelah membangunkan kami, ia mencari-cari di mana si
guru berada. Oleh karena itu, kami merasa heran dan kami menjawab, “bukankah
engkau wahai tuanku guru kami, apakah sekarang engkau telah melupakan kami?”
Demikianlah kisah yang terdapat dalam Injil Barnabas. Allah SWT berfirman:
“Al-Masih putra Maryam itu hanyalah seorang rasul yang Sesungguhnya telah
berlalu sebelumnya beberapa rasul, dan ibunya seorang yang sangat benar,
kedua-duanya biasa memakan makanan.” (QS. al-Maidah: 75)
Para ulama berkata, “Al-Masih dinamakan al-Masih karena ia mengusap bumi dan
membersihkannya serta usahanya untuk menyelamatkan agama dari fitnah di zaman
itu karena saking hebatnya kebohongan orang-orang Yahudi kepadanya dan
bagaimana usaha mereka untuk menciptakan dusta padanya dan kepada ibunya as.”
Banyak ulama yang meriwayatkan tentang kesucian spiritual dari Nabi Isa. Abu
Hurairah meriwayatkan dari Nabi bahwa beliau menceritakan tentang al-Masih
sebagai berikut: “Isa melihat seorang
lelaki yang mencuri lalu ia berkata: “Wahai si fulan apakah engkau mencuri?”
Orang itu berkata: “Tidak, demi Allah aku
tidak mencuri,” Isa berkata: “Aku
beriman kepada Allah SWT dan pengelihatanku telah berbohong.” Ini
menunjukkan kesucian ruhani Isa di mana ia lebih memilih sumpah orang itu atas
apa yang disaksikannya. Ia membayangkan bahwa orang tersebut tidak akan
bersumpah dan membawa nama Allah SWT yang Maha Besar lalu ia berdusta sehingga
ia menerima pernyataannya dan ia kembali kepada dirinya sendiri sambil berkata:
“Aku beriman kepada Allah SWT, yakni aku mempercayaimu dan mataku telah
berbohong karena engkau telah bersumpah.” Ada riwayat lagi yang mengatakan
bahwa suatu hari Nabi Isa berjalan bersama sahabatnya dan mereka melewati
bangkai anjing yang busuk baunya, lalu sahabat-sahabat Isa sangat terpukul dan
sangat menderita dengan bau anjing itu. Melihat sikap mereka, Isa berkata:
“Lihatlah betapa putih giginya.”
Isa ingin mengajari manusia bagaimana mereka menghadapi keburukan di mana Nabi
Isa menekankan agar mereka lebih melihat kepada keindahan dan kebaikan. Dakwah
Nabi Nabi Isa merupakan puncak dari ketinggian ruhani dan idealisme yang
mengagumkan di mana Beliau lebih menekankan kebaikan daripada keburukan.
Rasulullah berkata: “Semua para nabi adalah saudara, agama mereka satu
sedangkan mereka dilahirkan dari berbagai macam ibu dan aku adalah manusia yang
utama begitu juga Isa bin Maryam di mana tidak ada nabi setelahku dan
sesudahnya.” Dalam berbagai riwayat disebutkan bahwa Nabi Isa akan turun pada
akhir zaman. Islam sangat memberikan penghormatan kepada Isa yang sesuai dengan
kedudukannya sebagai salah satu nabi ulul azmi yang besar. Islam menamakannya
Rasulullah dan Kalimatullah yang telah diberikan kepada Maryam. Allah SWT
berfirman:
“Wahai ahli Kitab, janganlah kamu melampaui batas dalam agamamu, dan janganlah
hamu mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar. Sesungguhnya al-Masih Isa
putra Maryam itu adalah utusan Allah dan (yang terjadi dengan) kalimat-Nya yang
disampaikan-Nya kepada Maryam, dan (dengan tiupan) roh dari-Nya. Maka berimanlah
kepada Allah dan rasul-rasul-Nya dan janganlah kamu mengatakan: ‘(Tuhan itu)
tiga.’ Berhentilah dari ucapan itu. (Itu) lebih baik bagimu. Sesungguhnya Allah
Tuhan Yang Maha Esa, Maha Suci dari mempunyai anak, segala yang di langit dan
di bumi adalah kepunyaan-Nya. Cukuplah Allah untuk menjadi Pemelihara. Al-Masih
sekali-kali tidak enggan menjadi hamba bagi Allah, dan tidak (pula enggan)
malaikat malaikat yang terdekat (kepada Alah). Barangsiapa yang enggan dari
menyernbah-Nya dan menyombongkan diri, nanti Allah akan mengumpulkan mereka
semua kepadanya. Adapun orang-orang yang beriman dan berbuat amal saleh, maka
Allah akan menyempurnakan pahala mereka dan menambah untuk mereka sebagian dari
karunia-Nya. Adapun orang-orang yang enggan dan menyombongkan diri, maka Allah
akan menyiksa mereka dengan siksaan yang pedih, dan mereka tidak akan
memperoleh bagi diri mereka, pelindung dan penolong selain dari Allah.”
(QS. an-Nisa’: 171- 173)
Ibnu Katsir berkata dalam Qhisasul Anbiya’: Para pengikut Nabi Isa berselisih
pendapat setelah Nabi Isa diangkat ke langit. Sebagian mereka mengatakan, di
tengah-tengah kita ada hamba Allah SWT dan rasul-Nya (Ariyus). Sebagian lagi
mengatakan, dia adalah Allah. Yang lain lagi mengatakan, dia adalah anak Allah.
Mereka berselisih pendapat tentang Injil yang menyebutkan berbagai kebo hongan
di mana terdapat di dalamnya penambahan, pengurangan, dan pergantian. Al-Qur’an
al-Karim telah membahas persoalan ketuhanan. Ia menjelaskan bahwa Allah SWT
Maha Suci dari segala sekutu dan anak dan segala hal yang menyerupai-Nya serta
segala bentuk ingkarnasi, kejauhan, kedekatan dan pencapaian pandangan mata.
Allah SWT berfirman:
“Katakanlah: “Dia-lah Allah,
YangMahaEsa.’Allah adalah Tuhan yang bergantung kepadanya segala sesuatu. Dia
tidak beranak dan tiada pula diperanakkan, dan tidak ada seorang pun yang
setara dengan Dia.” (QS. al-Ikhlash: 1-4)
Dan tentang Isa as Allah berfirman:
“Sesungguhnya misal (penciptaan) Isa di sisi Allah, adalah seperti (penciptaan)
Adam. Allah menciptakan Adam dari tanah, kemudian Allah berfirman kepadanya:
‘Jadilah’ (seorang manusia), maka jadilah ia.” (QS. Ali ‘Imran: 59)
“Mereka (orang-orang kafir) berkata: Allah mempunyai anah.’ Maha Suci Allah,
bahkan apa yang ada di langit dan di bumi adalah kepunyaan Allah; semua tunduk
kepadanya. Allah Pencipta langit dan bumi, dan bila Dia berkehendak (untuk
menciptakan) sesuatu, maka (cukuplah) Dia mengatakan kepadanya: ‘Jadilah’,
lalujadilah ia.” (QS. al-Baqarah: 116-117)
“Orang-orang Yahudi berkata: ‘Uzair itu
putra Allah’ dan orang-orang Nasrani berhata: Al-Masih itu putra Allah.’
Demikian itulah ucapan mereka dengan mulut mereka, mereka meniru perkataan
orang-orang kafir terdahulu. Mereka dilaknat oleh Allah; bagaimana mereka
sampai berpaling?” (QS. at-Taubah: 30)
Nas tersebut mengisyaratkan akidah orang-orang Mesir dan orang-orang seperti
mereka dari umat-umat yang terdahulu di mana akidah mereka terfokus pada
keyakinan penyaliban Isa, tentang tebusan dan kebangkitan Tuhan yang disembelih
serta penentangannya terhadap para pengikutnya setelah kematiannya.
Allah SWT berfirman:
“Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang
yang berkata: ‘Sesungguhnya Allah itu ialah al-Masih putra Maryam.‘ Katakanlah:
‘Maka siapakah (gerangan) yang dapat menghalang-halangi kehendah Allah, jika
Dia hendak membinasakan al-Masih putra Maryam itu beserta ibunya dan seluruh
orang-orang yang berada di bumi semuanya?’ Kepunyaan Allahlah kerajaan langit
dan bumi dan apayang ada di antara keduanya; Dia menciptakan apa yang
dihehendaki-Nya. Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS. al-Maidah:
17)
“Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang
mengatakan: Allah salah seorang dari yang tiga,’ padahal sekali-kali tidak ada
selain dari Tuhan YangEsa.” (QS. al-Maidah: 73)
Demikianlah Al-Qur’an al-Karim menyebutkan sikap berbagai aliran yang saling
berlawanan yang tumbuh setelah pengangkatan al-Masih. Al-Qur’an menjelaskan
bahwa al-Masih adalah hamba Allah SWT dan seorang rasul yang diutus kepada Bani
Israil. Kata hamba dan rasul adalah kata yang sangat jelas artinya, adapun yang
dimaksud dengan al-Kalimah dan ar-Ruh, maka kedua kata tersebut perlu
dijelaskan. Kaum Muslim memahami bahwa al-Kalimah adalah petunjuk Allah SWT
yang diberikan-Nya kepada Maryam sedangkan ar-Ruh adalah menunjukkan atau
mengisyaratkan kepada Ruh Kudus, yaitu Jibril as. Allah SWT telah menguatkannya
atau menguatkan Nabi Isa dengan ruh yakni Jibril:
“Dan (ingatlah) ketiha Aku dukung kamu
dengan Ruhul Kudus.” (QS. al-Maidah: 110)
Setelah mengemukakan keyakinan kaum Masehi tentang karakter Nabi Isa dan akhir
dari kehidupannya dan setelah menjelaskan kebenaran yang Allah SWT ceritakan
kepada kita tentang karakter tersebut dan akhir dari kehidupan yang dialami
oleh Nabi Isa, kita ingin mengetahui apa yang harus dilakukan oleh kaum Muslim dalam
hubungan mereka dengan orang-orang Masehi serta keyakinan mereka. Islam
menetapkan atau menyampaikan nas-nas yang jelas yang mengkhususkan agama
Masehi—di antara agama-agama yang lain—dengan kecintaan. Al-Qu’ran mengingkari
ketuhanan al-Masih; ia juga mengingkari penyaliban dan tebusan dosa yang
dilakukannya. Namun Al-Qur’an menegaskan dalam nasnya bahwa agama Nasrani
merupakan agama yang lebih dekat kecintaannya kepada Islam. Allah SWT
berfirman:
“Sesungguhnya kamu dapati orang-orang
yang paling keras permusuhannya terhadap orang-orang yang beriman ialah
orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik. Dan sesungguhnya kamu dapati yang
paling dekat persahabatannya dengan orang-orang yang beriman ialah orang-orang
yang berkata: ‘Sesungguhnya kami ini orang Nasrani.’ Yang demikian itu
disebabkan karena di antara mereka itu (orang-orang Nasrani) terdapat
pendeta-pendeta dan rahib-rahib, (juga) karena sesungguhnya mereka tidak
menyombongkan diri.” (QS. al-Maidah: 82)
Allah SWT memuji para pengikut al-Masih yang berjalan di atas petunjuknya.
Allah SWT berfirman:
“Dan Kami jadikan dalam hati orang-orang
yang mengikutinya rasa santun dan kasih sayang. Dan mereka mengada-adakan
rahbaniyah (keadaan tidak menikah dan mengurung diri di biara) padahal kami
tidak mewajibkannya kepada mereka tetapi mereka sendirilah yang
mengada-adakannya untuk mencarai keridhaan Allah.” (QS. al-Hadid: 27)
Tidak terdapat kontradiksi dari dua sikap tersebut. Pengingkaran Al-Qur’an
terhadap ketuhanan al-Masih dan pengakuannya terhadap kecintaan kaum Nasrani
serta pujiannya terhadap orang-orang yang mengikuti Nabi Isa mengandung makna
lebih dari satu: Pertama, bahwa Masehi berdasarkan pada agama Tauhid dan sangat
sulit bagi para pengikutnya untuk meninggalkan tauhid, dan hanya Allah SWT yang
mengakui hakikat apa yang terpendam dalam hati; kedua, dalam kalangan
orang-orang Nasrani terdapat para pendeta dan para rahib yang tidak bersikap
congkak di hadapan Allah SWT tetapi mereka sangat patuh dan tunduk kepadanya;
ketiga, sebagian pengikut Nabi Isa memiliki hati yang dipenuhi dengan kasih
sayang dan rahmat. Tentu rahmat dan kasih sayang tersebut tidak tumbuh kecuali
dari keimanan terhadap hari akhir. Allah SWT telah menetapkan perintah-Nya
kepada kaum Muslim agar mereka memperlakukan ahlul kitab dengan perlakuan yang
mulia dan baik, sebagaimana Islam menjamin kebebasan untuk menentukan keyakinan
pada setiap manusia. Allah SWT berfirman:
“Dan jikalau Tuhanmu menghendaki,
tentulah beriman semua orang yang di muka bumi seluruhnya. Maka apakah kamu
(hendak) memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman
semuanya?” (QS. Yunus: 99)
“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama
(Islam); Sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang salah.” (QS.
al-Baqarah: 256)
“Katakanlah:Hai ahli kitab, marilah
(berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara
kami dan kamu, bahwa tidah kita sembah kecuali Allah dan tidak kita
persekutukan Dia dengan sesuatu pun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan
sebagian yang lain sebagai tuhan selain Allah. Jika mereka berpaling, maka
katakanlah kepada mereka: ‘Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang yang menyerahkan
diri (kepada Allah)’.” (QS. Ali ‘Imran: 64)
Kita perhatikan bahwa ayat-ayat tersebut berbicara tentang cara memperlakukan
kaum Masehi sebagai individu sebagaimana ia berbicara tentang bagaimana kita
memperlakukan keyakinan mereka. Sehubungan dengan kaum Masehi sebagai individu,
kita menyaksikan ayat-ayat tersebut memerintahkan untuk membalas kecintaan yang
mereka perlihatkan di mana nas tersebut dengan tegas mengatakan bahwa mereka
lebih dekat kecintaannya kepada orang-orang yang beriman. Jika Allah SWT yang
menegaskan hal tersebut, maka orang-orang Muslim harus membalas kebaikan dan
kecintaan yang ditunjukkan oleh kaum Nasrani. Adapun sehubungan dengan
keyakinan mereka, di dalam Al-Qur’an terdapat banyak ayat yang melarang untuk
memaksa manusia dalam bentuk apa pun. Allah SWT berfirman:
“Dan katakanlah: ‘Kebenaran itu datang
dari Tuhanmu. Maka barangsiapa yang ingin beriman hendaklah ia beriman, dan
barangsiapa yang ingin kafir biarlah ia kafir.” (QS. al-Kahfi: 29)
Yang demikian itu, karena keimanan yang didahului dengan paksaan adalah bukan
keimanan karena ia berarti mencabut ikhtiar atau kebebasan manusia, padahal itu
adalah syarat dari keimanan. Dan barangkali inilah yang menunjukkan kesempumaan
Islam dilihat dari sikapnya yang demikian indah. Kami kira tanpa kita harus
memaksakan tafsiran kita kepada ayat-ayat tersebut dan memohon kepada Allah SWT
dari kesalahan dan kebodohan bahwa Islam dengan sikapnya itu ingin menjauhkan
para pengikutnya dari kalangan awam dari perdebatan yang panjang dan melelahkan
seputar keyakinan orang lain. Tentu perdebatan tersebut tidak akan berujung dan
akan menjadi seperti debat kusir saja. Namun tugas tersebut hanya diemban oleh
para ulama, di mana mereka membahas sebagaimana mereka kehendaki berbagai
keyakinan-keyakinan keberagamaan, sedangkan orang-orang awam tidak diberi
tanggung jawab dalam hal itu. Lagi pula, perselisihan antara keyakinan dan
aliran-aliran di kalangan Masehi dan kalangan Yahudi jika melibatkan
orang-orang awam, maka itu hanya memboroskan waktu dan hanya membuat lelah
saja.
Islam akan kembali menjadi asing dan akan kembali menjadi asing seperti pertama
kali terbit. Dalam suasana keasingan Islam yang pertama, orang-orang Muslim
berhasil membangun suatu individu Muslim yang kokoh. Dan ketika bangunan
tersebut telah selesai, maka sempurnalah pembangunan pemerintahan Islam. Kita
tidak mendengar bahwa salah seorang di antara mereka terlibat dalam perdebatan
yang sengit yang tidak berujung sekitar keyakinan orang lain. Sesungguhnya
memberi petunjuk kepada orang lain sehingga orang tersebut engetahui jalan
menuju Allah SWT adalah perbuatan yang indah, tetapi hidayah tersebut didahului
dengan tekad seseorang untuk memberikan petunjuk kepada dirinya sendiri.
Seandainya orang-orang Islam membimbing mereka menuju jalan Allah SWT niscaya
Allah SWT memberi petunjuk melalui mereka siapa saja yang dikehendaki dari hamba-hamba-Nya.
Al-Qur’an menetapkan dua mukjizat kepada Nabi Isa yang tidak disebutkan dalam
kitab Injil: pertama mukjizat yang berupa pembicaraannya saat ia masih menyusui
dibuaian. Dan yang kedua mukjizat makanan yang turun dari langit kepada kaum
Hawariyin. Sebagaimana Al-Qur’an menetapkan kemuliaan yang diperoleh oleh Nabi
Isa saat ia diselamatkan dari tangan-tangan jahat orang-orang Yahudi yang ingin
menyiksanya atau membunuhnya sehingga Nabi Isa terselamatkan dan dia diangkat
ke langit. Rasulullah saw mewasiatkan kepada sahabatnya agar mereka
memperlakukan orang-orang Masehi dengan penuh kebaikan, bahkan beliau menikahi
Maria al-Qibthiya. Ibnu Jarir meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa seseorang
lelaki dari Bani Salim bin Auf yang bernama al-Hasin mempunyai dua orang anak
yang masih Kristen, lalu ia masuk Islam dan bertanya kepada Rasulullah saw
bagaimana seandainya ia harus memaksa kedua anaknya untuk memeluk Islam
sedangkan mereka berdua menolak agama lain selain agama Masehi? Kemudian Allah
SWT menurunkan ayat yang berbunyi:
“Tidak ada paksaan dalam memeluk agama
(Islam).” (QS. al-Baqarah: 256)
Ketika para utusan Najran dari kalangan kaum Masehi datang ke Madinah untuk
berunding dengan Nabi, maka beliau memberi mereka setengah dari mesjidnya agar
mereka dapat melaksanakan salat dengan cara mereka di dalamnya. Pada suatu hari
Rasulullah saw berdiri untuk melakukan salat kepada seseorang jenazah lalu
dikatakan kepadanya bahwa ia adalah jenazah Yahudi. Kemudian Rasulullah
menjawab: “Bukankah ia adalah manusia.” Dalam kesempatan lain Rasulullah saw
bersabda: “Barangsiapa yang mengganggu secara aniaya seorang Yahudi atau
seorang Nasrani, maka aku akan jadi musuhnya pada hari kiamat.” Terkadang
kekuasaan akan langgeng meskipun disertai dengan kekufuran tetapi ia tidak akan
abadi ketika disertai dengan kelaliman.
Para ulama Islam berselisih pendapat berkaitan dengan keadaan Nabi Isa setelah
pengangkatannya. Mereka sepakat bahwa beliau tidak disalib tetapi Allah SWT
mengangkatnya di sisi-Nya. Tetapi ketika ia tidak disalib, maka bagaimana
keadaannya setelah itu: apakah ia masih hidup, ataukah ia mati seperti matinya
nabi yang lain? Mayoritas mengatakan bahwa Allah SWT mengangkat Isa dengan
fisiknya dan ruhnya di sisi-Nya. Mereka mengambil zahir dari firman-Nya:
“Tetapi Allah mengangkatnya di sisi-Nya.”
(QS. an-Nisa’: 158)
Juga sebagian hadis yang mendukung hal tersebut. Sementara itu, kelompok yang
lain dari kalangan mufasirin, dan ini adalah kelompok yang minoritas, mereka
mengatakan bahwa Nabi Isa hidup sehingga Allah SWT mematikannya sebagaimana Dia
mematikan nabi-nabi-Nya lalu Dia mengangkat ruhnya di sisi-Nya sebagaimana ruh
para nabi diangkat, begitu juga ruh para shidiqin (orang-orang yang benar) dan
syuhada. Mereka mengambil zahir firman-Nya:
“(Ingatlah) ketika Allah berfirman: ‘Hai
ha, sesungguhnya Aku akan menyampaikan kamu kepada akhir ajalmu dan mengangkat
kamu kepada-Ku serta membersihkan kamu dari orang-orang yang kafir.” (QS.
Ali ‘Imran: 55)